Kamis 07 Oct 2021 05:16 WIB

Listrik di Afghanistan Terancam Padam karena Tunggak Tagihan

Afghanistan belum membayar tagihan listrik kepada negara-negara tetangga

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Warga Afghanistan berjalan di gang saat matahari terbenam di Kabul, Afghanistan, Kamis, 16 September 2021.
Foto: AP/Felipe Dana
Warga Afghanistan berjalan di gang saat matahari terbenam di Kabul, Afghanistan, Kamis, 16 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Perusahaan listrik negara Afghanistan meminta bantuan senilai 90 juta dolar AS ke misi yang dipimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Uang tersebut akan digunakan untuk membayar tagihan listrik karena batas waktu pembayaran telah berlalu.

Afghanistan belum membayar tagihan listrik kepada negara-negara tetangga yang memasok sekitar 78 persen dari kebutuhan listriknya. Hal ini menimbulkan masalah baru bagi pemerintahan Afghanistan yang kini dipegang oleh Taliban.  

Baca Juga

Afghanistan biasanya membayar 20 juta dolar AS hingga 25 juta dolar AS per bulan secara total ke Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Iran. Penjabat CEO Da Afghanistan Breshna Sherkat, Safiullah Ahmadzai, mengatakan jumlah tagihan yang saat ini belum dibayar mencapai 62 juta dolar AS. Menurut Ahmadzai, negara-negara pemasok dapat memotong pasokan listrik kapan saja.

“Kami telah meminta kepada UNAMA di Kabul untuk membantu rakyat Afghanistan membayar pemasok listrik sebagai bagian dari bantuan kemanusiaan mereka,” kata Ahmadzai melalui telepon, merujuk pada Misi Bantuan PBB di Afghanistan, seperti dilansir Bloomberg, Rabu (6/10).

Ahmadzai mengatakan pihaknya meminta bantuan dana sekitar 90 juta dolar AS karena tagihan yang belum dibayar akan melonjak menjadi sekitar 85 juta dolar AS dalam sepekan. Menurutnya misi PBB belum menanggapi permintaan bantuan tersebut.

Saat ini, tidak ada pemadaman listrik yang signifikan di Kabul atau di tempat lain di Afghanistan. Ahmadzai menuturkan sejauh ini hanya 38 persen dari 38 juta penduduk Afghanistan yang memiliki akses listrik.

Pemerintah Taliban sedang berusaha untuk membayar tagihan listrik dan telah meminta negara-negara tetangga untuk menghindari pemutusan pasokan listrik. “Kami memiliki hubungan yang baik dengan mereka dan kami berharap mereka tidak berhenti memberikan pasokan listrik kepada kami," ujar juru bicara Taliban, Bilal Karimi.

Ketika Taliban mengambil alih kekuasaan, perusahaan listrik Afghanistan telah berjuang untuk mengumpulkan pembayaran dari konsumen karena situasi keamanan dan kondisi ekonomi yang suram. Pemadaman listrik biasa terjadi di Afghanistan, bahkan ketika pemerintah yang didukung AS berkuasa. Taliban ikut bertanggung jawab atas pasokan listrik ketika  mereka menyerang menara transmisi tahun lalu, yang menyebabkan pemadaman listrik di Kabul.

Afghanistan membutuhkan sekitar 1.600 megawatt listrik setiap tahun.  Ahmadzai mengatakan sumber listrik domestik Afghanistan, yang meliputi pembangkit listrik tenaga air, panel surya, dan bahan bakar fosil, memenuhi sekitar 22 persen dari kebutuhan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement