Rabu 06 Oct 2021 19:40 WIB

Invasi China, Taiwan Siap Berperang di Garda Terdepan

Taiwan akan terus melakukan persiapan militer.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
 Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Militer Taiwan ini, unit lapis baja Taiwan melakukan latihan menembak langsung untuk mencegah pasukan pendaratan pantai selama latihan Han Guang yang diadakan di pulau kabupaten Penghu, Taiwan, Rabu, 15 September 2021. Tahunan Taiwan Latihan militer lima hari Han Guang dirancang untuk mempersiapkan pasukan pulau itu untuk serangan oleh China, yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya sendiri.
Foto: AP/Military News Agency
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Militer Taiwan ini, unit lapis baja Taiwan melakukan latihan menembak langsung untuk mencegah pasukan pendaratan pantai selama latihan Han Guang yang diadakan di pulau kabupaten Penghu, Taiwan, Rabu, 15 September 2021. Tahunan Taiwan Latihan militer lima hari Han Guang dirancang untuk mempersiapkan pasukan pulau itu untuk serangan oleh China, yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya sendiri.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Menteri Pertahanan Taiwan, Chiu Kuo-cheng, mengatakan, China dapat melakukan invasi skala penuh ke Taiwan pada 2025. Hal ini diungkapkan Chiu beberapa hari setelah jumlah pesawat tempur China yang terbang di zona pertahanan udara Taiwan meningkat.

"Dengan melakukan serangan ke Taiwan, mereka saat ini memiliki kemampuan. Tetapi (China) harus membayar harganya. Namun pada 2025 China dapat melakukan invasi skala penuh," ujar Chiu, dilansir CNN, Rabu (6/10).

Baca Juga

Komentar Chiu muncul setelah China mengirim 150 pesawat tempur, termasuk jet tempur dan pembom berkemampuan nuklir, ke Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Taiwan sejak 1 Oktober.

Pada pertemuan parlemen, Chiu mengatakan bahwa ketegangan militer lintas selat kali ini adalah yang paling serius dalam lebih dari 40 tahun sejak ia bergabung dengan militer.

Pada pertemuan itu, militer Taiwan menyerahkan laporan kepada anggota parlemen, yang mengatakan bahwa kemampuan anti-intervensi dan blokade China di sekitar Selat Taiwan akan semakin mumpuni pada 2025. Anggota parlemen meninjau anggaran pertahanan khusus senilai 8,6 miliar dolar AS untuk senjata buatan sendiri, termasuk rudal dan kapal perang. Chiu mengatakan bahwa, Taiwan belum membuat langkah apa pun untuk menanggapi  serangan udara China.

"Kami akan melakukan persiapan secara militer. Saya pikir jika kita perlu berperang, kita akan berada di garis depan," kata Chiu.

Taiwan dan Cina daratan telah diperintah secara terpisah sejak berakhirnya perang saudara lebih dari tujuh dekade lalu, di mana Nasionalis yang kalah melarikan diri ke Taipei.  Namun, Beijing memandang Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya.

Beijing mengatakan, ketegangan lintas selat terjadi akibat Taiwan telah berkolusi dengan Amerika Serikat (AS). Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, mengatakan, AS telah membuat langkah negatif dengan menjual senjata ke Taiwan

"AS telah membuat langkah-langkah negatif dengan menjual senjata ke Taiwan, dan memperkuat hubungan resmi serta militer dengan Taiwan, termasuk peluncuran rencana penjualan senjata senilai 750 juta dolar AS ke Taiwan, pendaratan pesawat militer AS di Taiwan dan seringnya kapal perang AS berlayar melintasi Selat Taiwan," kata Hua.

Kementerian Luar Negeri China mengatakan, diplomat senior China Yang Jiechi dan Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan akan bertemu di Zurich untuk bertukar pandangan tentang hubungan China-AS dan isu-isu yang relevan. Kementerian tidak memberikan tanggal pertemuan. Namun televisi CCTV yang dikelola pemerintah China mengatakan, delegasi China tiba di Zurich pada Selasa (5/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement