Rabu 06 Oct 2021 12:37 WIB

3 Peneliti Perubahan Iklim Diganjar Nobel Fisika 2021

Peneliti menggambarkan keseimbangan Bumi yang berdampak pada perubahan iklim.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Perubahan iklim (Ilustrasi)
Foto: PxHere
Perubahan iklim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Penghargaan Nobel tahun 2021 dalam bidang fisika telah diberikan kepada trio ilmuwan yang meneliti perubahan iklim. Karyanya meletakkan dasar bagi cara kita memahami sistem fisik yang kompleks, termasuk iklim Bumi.

Syukuro Manabe, dari Princeton University di New Jersey, dan Klaus Hasselmann, dari Max Planck Institute for Meteorology di Hamburg, Jerman, akan berbagi setengah dari hadiah untuk pemodelan fisik iklim Bumi, mengukur variabilitas, dan memprediksi pemanasan global secara andal. 

Baca Juga

Giorgio Parisi, dari Sapienza University of Rome, akan menerima setengah lainnya untuk penemuan interaksi ketidakteraturan dan fluktuasi dalam sistem fisik dari skala atom ke planet. Pemenang nobel Fisika ini diumumkan oleh Royal Swedish Academy of Sciences.

 

Dilansir di Live Science, Rabu (6/10), sistem kompleks seperti itu pada dasarnya sulit untuk dipahami, karena dicirikan oleh keacakan dan ketidakteraturan, menurut pernyataan dari Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia. 

 

 

Manabe memulai risetnya pada 1960-an. Dia adalah orang pertama yang mengeksplorasi bagaimana keseimbangan energi Bumi, perbedaan antara jumlah energi matahari yang diterima Bumi dibandingkan dengan energi yang dikirim kembali ke luar angkasa dapat memengaruhi pergerakan atmosfer. 

 

Dengan pemahaman ini, ia menunjukkan hubungan antara lebih banyak karbon dioksida di atmosfer dan peningkatan suhu di permukaan bumi. Ini adalah prinsip yang digunakan dalam model iklim saat ini.

 

Kira-kira 10 tahun kemudian, Hasselmann membuat model yang menghubungkan cuaca dengan iklim. Dia menunjukkan bagaimana model iklim dapat membuat prediksi jangka panjang yang andal terlepas dari sifat pola cuaca jangka pendek yang bervariasi dan kacau. 

 

Pekerjaan ini juga memungkinkan dia untuk mengembangkan metode yang melihat tanda "sidik jari" dari peristiwa akut, baik alam maupun manusia, yang berdampak pada iklim. Metode-metode ini kemudian digunakan untuk membuktikan bahwa peningkatan suhu atmosfer diakibatkan oleh emisi karbon dioksida dari aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement