Sabtu 02 Oct 2021 03:23 WIB

Jenderal AS: Runtuhnya Afghanistan Akibat Deal Trump-Taliban

Penandatanganan perjanjian Doha memiliki efek sangat buruk dan merusak Afghanistan

Rep: mgrol131/ Red: Gita Amanda
Anggota Taliban duduk di depan mural yang menggambarkan seorang wanita di balik kawat berduri di Kabul, Afghanistan, Selasa, 21 September 2021.
Foto: AP/Felipe Dana
Anggota Taliban duduk di depan mural yang menggambarkan seorang wanita di balik kawat berduri di Kabul, Afghanistan, Selasa, 21 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, PENTAGON -- Kepala Komando Pusat Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa runtuhnya pemerintahan Afghanistan kemungkinan disebabkan oleh kesepakatan penarikan pasukan AS. Runtuhnya pemerintah Afghanistan dan pasukan keamanannya berkaitan dengan kesepakatan mantan Presiden AS, Donald Trump pada tahun 2020, yang menjanjikan penarikan penuh pasukan di Afghanistan.

Hal ini diungkapkan oleh pejabat militer senior Amerika, Jenderal Frank McKenzie. Kepala Komando Pusat AS ini juga mengatakan kepada Komite Angkatan Bersenjata pada Rabu (30/9), bahwa begitu kehadiran pasukan AS didorong ke angka di bawah 2.500 sebagai bagian dari keputusan Presiden Joe Biden pada bulan April untuk menyelesaikan penarikan total pada September. Ini berakibat pada dipercepatnya kehancuran pemerintah Afghanistan yang didukung AS.

Baca Juga

“Penandatanganan perjanjian Doha memiliki efek yang sangat buruk dan akan merusak

pemerintah Afghanistan dan militernya, serta psikologisnya lebih dari apa pun. Tetapi kami

sudah menetapkan tanggal pasti kapan kami akan pergi dan kapan bantuan untuk mereka (pemerintah Afghanistan) berakhir,” kata McKenzie, dilansir laman Aljazirah.

Jenderal Frank McKenzie merujuk pada perjanjian 29 Februari 2020, yang ditandatangani

pemerintahan Trump dengan Taliban di Doha, Qatar. Di mana pada perjanjian tersebut AS

akan menarik pasukannya sepenuhnya pada Mei 2021 dan Taliban berkomitmen pada

beberapa syarat, termasuk menghentikan serangan terhadap AS dan pasukan koalisinya.

Tujuan yang dinyatakan adalah untuk mempromosikan negosiasi damai antara Taliban dan

pemerintah Afghanistan. Tetapi upaya diplomatik itu gagal.

Lalu, Presiden AS yang baru, Joe Biden sebenarnya mendorong juga rencana penarikan

pasukan (AS), tetapi memperpanjang batas waktunya hingga 31 Agustus 2021. Biden juga

sempat percaya jika AS mengurangi jumlah militernya di Afghanistan di bawah 2.500, maka runtuhnya pemerintah di Kabul tidak akan terhindarkan.

Menteri Pertahanan Llyod Austin setuju dengan analisis McKenzie tersebut. Dia menambahkan bahwa Perjanjian Doha semakin mengikat AS untuk mengakhiri serang udara terhadap Taliban. "Sehingga Taliban menjadi lebih kuat, mereka meningkatkan operasi ofensif mereka terhadap pasukan keamanan Afghanistan, dan Afghanistan kehilangan banyak orang setiap minggu,” imbuh Austin.

Sidang Kongres Rabu (29/9), adalah bagian dari apa yang kemungkinan akan menjadi

tinjauan kongres yang diperpanjang atas kegagalan AS di Afghanistan. Setelah bertahun-

tahun pengawasan Kongres terbatas terhadap perang, yang telah menghabiskan miliaran dolar uang pembayar pajak.

Ketua Kepala Staf Gabungan, Jenderal Mark Milley sebelumnya telah mengatakan dalam

sidang serupa di Senat, bahwa perang di Afghanistan adalah “kegagalan strategis” dan

kemudian dia mengulangi perkataannya di Sidang Kongres.

Mark Milley menyebutkan sejumlah faktor yang bertanggung jawab atas kekalahan AS

karena hilangnya kesempatan untuk menangkap atau membunuh pemimpin Alqaidah Osama bin Laden di Tora Bora, segera setelah invasi AS ke Afghanistan pada 2001.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement