Jumat 01 Oct 2021 19:17 WIB

BKF: Penarikan Utang Pemerintah Disiplin, tak Ugal-ugalan

Penambahan utang hanya melebarkan defisit sebesar 6,1 persen.

Rep: Novita Intan/ Red: Teguh Firmansyah
 Kepala Badan  Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu.
Foto: dok. Humas Kementerian Keuangan
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan meyakini penarikan utang pemerintah masih dilakukan secara disiplin. Tercatat, sampai 2019 penarikan utang tidak melebihi dari ketentuan perundang-undangan sebesar tiga persen.

Kepala BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, masa pandemi Covid-19 penambahan utang pemerintah dilakukan secara terukur dan disesuaikan kebutuhan. "Perhatikan disiplin fiskal kita sampai 2019, kita selalu jaga di bawah tiga persen," ujarnya saat webinar bertajuk Arah Pemulihan Ekonomi 2021 dan Isu Fiskal Terkini, Jumat (1/10).

Baca Juga

Menurutnya, penambahan utang pemerintah hanya menimbulkan pelebaran defisit sebesar 6,1 persen. Angka ini, kata Febrio, lebih baik dibandingkan beberapa negara berkembang lainnya yang melakukan pelebaran defisit hingga dua digit. "Banyak negara yang melakukan counter cyclical fiskalnya dengan defisit yang sampai double digit, tapi kita jaga 6,1 persen. Kita memang butuh tapi tidak ugal-ugalan," ucapnya.

Febrio menyebut, pelebaran defisit yang terkendali itu telah membawa pertumbuhan ekonomi nasional minus 2,07 persen. Adapun realisasi ini lebih baik dari negara-negara lain yang mengalami kontraksi ekonomi lebih dalam pada 2020.

"Jadi kita berhasil melakukan counter cyclical yang kuat tapi menghasilkan dalam bentuk perekonomian yang terjaga. Kemiskinan juga terjaga dan ini prestasi bangsa kita. Kita jaga counter cyclical dan kita prudent," ucapnya.

Dari sisi peningkatan jumlah utang, Febrio meyakini penambahan rasio hingga 41 persen juga masih aman. Adapun level utang yang baik dari 20 persen naik ke 39 persen ini akan berakhir level 41 persen. "Setelah itu akan membawa defisit kita utang kita tidak naik lagi. Ini yang bikin kita yakin akan perekonomian kita jadi kuat dan stabil," ucapnya.

Menurutnya, upaya dan capaian tersebut menghasilkan peningkatan kepercayaan investor kepada Indonesia. Meskipun negara berkembang, Indonesia menunjukkan sisi kredibilitas dan ketahanan Indonesia melawan pandemi Covid-19. "Ini menunjukkan seberapa kredibelnya kita di mata investor dan dunia," ucapnya.

Terkait utang Amerika Serikat, Febrio menilai dampak kepada Indonesia relatif terbatas karena kondisi domestik yang cukup berdaya tahan.

"Ketahanan domestik kita sekarang ini bisa menahan potensi dampak negatif dari isu global apapun," ucapnya.

Maka dari itu, dia mengingatkan agar seluruh pihak harus semakin yakin apapun yang terjadi global, Indonesia bisa menahannya jika kondisi dalam negeri bisa terjaga dengan baik.

Adapun perbaikan perekonomian Indonesia sudah terlihat dari meningkatnya purchasing managers' index (PMI) Indonesia, berkurangnya kasus harian Covid-19, dan perbaikan mobilitas. Hal ini menjadi modal yang membedakan Indonesia dengan negara lain seperti Malaysia, Thailand, hingga Filipina. "Kita terlihat prestasinya dibanding itu, jadi banyak negara meletakkan Indonesia di panggung yang lebih baik dalam konteks tujuan investasi dan stabilitas perekonomian," ucapnya.

Febrio mengungkapkan isu peningkatan utang Amerika Serikat bukan yang pertama kali terjadi. Hal ini mengingat Negeri Paman Sam memang menargetkan batasan utangnya dengan nominal, bukan rasio.

Saat peningkatan utang Amerika Serikat terjadi beberapa tahun lalu, perdebatan berbagai pemangku kebijakan di negara tersebut pun terjadi, sehingga sempat menurunkan peringkat utang Amerika Serikat dari AAA menjadi AA. "Namun dahulu juga dampaknya terbatas dan walaupun nantinya akan ada transmisi ke Indonesia, akan sangat terbatas," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement