Kamis 30 Sep 2021 23:09 WIB

Mobilitas Dilonggarkan, Masyarakat Diminta Tidak Terlena

Masyarakat diminta tetap waspada C0vid-19 meski anger penularannya kini menurun.

 Pembagian makanan gratis bagi warga di lapak pemulung tersebut merupakan salah satu kepedulian Polri di tengah pandemi.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Pembagian makanan gratis bagi warga di lapak pemulung tersebut merupakan salah satu kepedulian Polri di tengah pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA - Juru bicara Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Erlina Burhan meminta pemerintah lebih waspada terhadap mobilitas masyarakat yang telah dilonggarkan. Ia mengingatkan, masyarakat tidak boleh terlena dengan banyaknya pelonggaran yang diberikan pemerintah dan tetap menaati protokol kesehatan 5M yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.

 

 

 

 

 

"Kita tahu bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga berhasil namun saya ingin sampaikan bahwa kita jangan terlena, karena situasi pandemi ini belum sepenuhnya teratasi," kata Erlina dalam diskusi BNPB secara daring Kamis (30/9). 

 

 

 

 

 

Menurutmya, konsistensi penurunan kasus Covid-19 harus terus dijaga. Hal itu agar tidak terjadi lagi lonjakan kasus gelombang ketiga yang diperkirakan banyak ahli akan terjadi pada akhir tahun 2021 ini.

 

 

 

 

 

"Kemenkes pernah mengatakan bahwa ada potensi terjadi gelombang ketiga, karena PPKM sudah makin longgar, nanti ada libur akhir tahun, sudah mulai banyak sekolah yang tatap muka, dan perlu kita usahakan cakupan vaksinasi kita masih di angka 24 persen, targetnya 70 persen\" ujarnya.

 

 

 

 

 

Pemerintah, lanjut Erlina, juga harus segera meningkatkan cakupan vaksinasi. Masyarakat pun harus tetap patuh protokol kesehatan karena virus Covid-19 juga masih terus bermutasi. Bahkan, tak menutup kemungkinan pula akan kembali terjadi gelombang ke-3 virus Covid-19 di Indonesia.

 

 

 

 

 

"Saya kira, kalau untuk menyebut Indonesia pasti memasuki gelombang ketiga itu masih dini, meski kami juga tidak membantah adanya pontensi menuju ke sana. Kalau potensinya iya. Oleh karena itu, protokol kesehatan adalah pencegahan yang utama," kata dia. 

 

 

 

 

 

"Jadi kalau kita masih bisa bahu membahu antara pemerintah dan rakyat, masyarakat sama-sama ingin terbebas menghadapi pandemi ini," sambungnya. 

 

 

 

 

 

Selain itu, lanjut Erlina, masyarakat juga harus bisa menaikkan sistem imun dan selalu menjaga kesehatan mental. 

 

 

 

 

 

Sementara Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menekankan, peningkatan mobilitas masyarakat yang terjadi kini, harus diiringi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat untuk mencegah kenaikan kasus Covid-19.

"Kami ingatkan setiap peningkatan mobilitas harus diiringi dengan prokes yang ketat untuk menjaga kita semua. Jangan pernah kasih kendor prokes demi perlindungan kita bersama,” kata Nadia. 

 

 

 

 

 

Nadia tak memungkiri, penurunan level PPKM dan adanya pelonggaran aturan kegiatan masyarakat akan meningkatkan mobilitas masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah akan terus melakukan pemantauan terhadap mobilitas, serta terus mengingatkan masyarakat dan pemerintah daerah agar tetap waspada, sehingga tidak terjadi kasus baru dan kenaikan kasus Covid-19. 

 

 

 

 

 

Upaya yang terus dilakukan pemerintah, kata Nadia, dengan meningkatkan cakupan vaksinasi Covid-19, mematuhi prokes, dan bekerja sama dengan petugas di lapangan untuk upaya pelacakan kontak, karantina, hingga isolasi. “Hal ini tidak lain adalah upaya kita untuk memutuskan rantai penularan Covid-19. Ingat setiap peningkatan mobilitas harus diiringi dengan protokol kesehatan yang ketat,” ujar Nadia.

Manajemen Hadapi Pandemi Harus Terus Dibenahi

 

 

 

 

 

Dikonfirmasi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan berdasarkan pemantauan indeks pengendalian Covid-19 secara mingguan telah terjadi penurunan. Bahkan, pada pekan ini ada 18 provinsi mengalami penurunan indeks pengendalian Covid. 

 

 

 

 

 

Hal ini, kata Dicky, menjadi peringatan bagi pemerintah daerah untuk serius terhadap penanganan pandemi di wilayahnya. "Indeks pengendalian pandemi di indonesia ada 18 provinsi mengalami penurunan skor indeks dan ini terutama di manajemen pengobatan," katanya kepada Republika. 

 

 

 

 

 

Penurunan indeks khususnya pada manajemen pengobatan ini menurutnya harus segera ditindaklanjuti. Sebab, dalam manajemen pengobatan itu berhubungan dengan angka kematian dan keterisian rumah sakit.

 

 

 

 

 

"Artinya ini serius. Karena ini indikator akhir. Ini yang harus dicermati Indonesia dan daerah-daerah. Karena kalau bicara manajemen pengobatan yang pada saat penyusunan ini dalam kelompok ini adalah masuk indikator-indikator untuk melihat dan mengukur situasi di akhir," terangnya.

 

 

 

 

 

Adapun, 18 provinsi yang mengalami penurunan indeks itu di antaranya adalah Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Kemudian Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

 

 

 

 

 

"Ini menjadi alarm untuk membenahi manajemen penanganan pandemi. Tidak boleh longgar dan abai, tidak boleh merasa sudah mereda," tegas Dicky.

 

 

 

 

 

Dian Fath Risalah

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement