Rabu 29 Sep 2021 19:30 WIB

Tawaran Kapolri Membuka Tabir Kejanggalan TWK di KPK

Presiden diminta menjalankan rekomendasi Komnas HAM daripada menerima usulan Kapolri.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Foto: Prayogi/Republika
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Haura Hafizhah

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, pada Selasa (28/9) membuat pernyataan mengejutkan lewat tawarannya kepada 56 pegawai yang dipecat KPK untuk bergabung menjadi aparatur sipil negara (ASN) Polri. Pegawai KPK yang dipecat pun mengaku ikut terkejut.

Baca Juga

"Terus terang kami terkejut ya, dan terima kasih atas perhatian Kapolri. Tapi satu hal buat kami itu membuktikan ada problem dalam TWK kami," kata Hotman Tambunan di Jakarta, Rabu (29/9).

Hotman mengatakan, tawaran kepolisian itu semakin menegaskan, memang ada masalah dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi para pegawai KPK. Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK nonaktif itu mengatakan, ajakan itu sekaligus mematahkan stigma yang muncul akibat TWK dimaksud.

TWK merupakan proses alih pegawai KPK menjadi ASN yang menjadi polemik lantaran dinilai sebagai upaya penyingkiran pegawai berintegritas. Ombudsman juga menemukan banyak kecacatan administrasi serta didapati sejumlah pelanggaran HAM oleh Komnas HAM.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun pernah menegaskan, 56 pegawai KPK yang tak lulus TWK memiliki rapor merah dan sudah tidak dapat lagi dibina. Namun anehnya kini, mereka yang dianggap tak bisa lagi dibina wawasan kebangsaannya dan distigma 'taliban' justru akan bisa diterima di institusi Polri.

Hotman menilai, tawaran Kapolri sekaligus mematahkan labelisasai dan stigamatisasi yang ada. "Nah itu yang diluar dugaan kan dan membuktikan TWK kami bermasalah. Polisi saja mau rekrut kami yang ditugaskan antiteroris, antirasisme, dan lainnya," katanya.

Kendati, menurutnya, kebijakan tersebut harus diperiksa dan diletakkan apakah ini sebagai respons pemerintah atas rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman. Dia mengatakan, hal ini bisa jadi juga merupakan sikap Presiden Joko Widodo atas permohonan para pegawai KPK.

"Sebagaimana yang kami minta selalu kan pemerintah bersikap dan tentu kami ingin memastikan dulu apakah ini sikap pemerintah atas surat-surat kami terkait rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman," katanya.

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK nonaktif Giri Supardiono mengaku akan mencermati lebih dulu tawaran Kapolri tersebut. Ia mengaku tidak ingin terburu-buru dalam menyikapi kebijakan tersebut.  

"Kami masih konsolidasi dahulu bersama dengan 56 pegawai lainnya dan semua stakeholder antikorupsi untuk menyikapi kebijakan pemerintah ini," kata Giri di Jakarta, Rabu (29/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement