Selasa 28 Sep 2021 08:55 WIB

Dolar Menguat Ikuti Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS

The Fed memberi sinyal pengurangan pembelian aset dimulai akhir tahun.

Karyawan menunjukkan uang dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran valuta asing, Jakarta, Rabu (6/1). Dolar AS menguat untuk sesi kedua berturut-turut pada akhir perdagangan Senin (27/9), didukung oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA
Karyawan menunjukkan uang dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran valuta asing, Jakarta, Rabu (6/1). Dolar AS menguat untuk sesi kedua berturut-turut pada akhir perdagangan Senin (27/9), didukung oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dolar AS menguat untuk sesi kedua berturut-turut pada akhir perdagangan Senin (27/9), didukung oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Kenaikan ini terjadi menjelang sejumlah pembicara Federal Reserve minggu ini yang dapat menegaskan ekspektasi dimulainya pengurangan pembelian aset sebelum akhir tahun.

Para pejabat Fed, termasuk satu anggota dewan berpengaruh, pada Senin mengaitkan pengurangan pembelian obligasi bulanan Fed dengan pertumbuhan pekerjaan yang berkelanjutan, dengan laporan ketenagakerjaan September sekarang menjadi pemicu potensial untuk "tapering" obligasi bank sentral. Ketua Fed Jerome Powell, akan bergabung dengan Menteri Keuangan Janet Yellen, berbicara di depan Kongres pada Selasa waktu setempat.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang jadi acuan mencapai level tertinggi tiga bulan di 1,516 persen pada Senin (27/9). Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam rival utamanya, naik 0,1 persen menjadi 93,37.

Greenback juga memperpanjang kenaikan setelah data menunjukkan pesanan baru dan pengiriman barang modal utama buatan AS meningkat kuat pada Agustus, naik 0,5 persen di tengah permintaan yang kuat untuk komputer dan produk elektronik. Tetapi pasar lebih fokus pada pasar surat utang negara AS.

 

Imbal hasil AS naik ke level tertinggi sejak akhir Juni untuk mengantisipasi kebijakan moneter yang lebih ketat setelah The Fed mengumumkan pekan lalu bahwa mungkin mulai mengurangi stimulus segera setelah November dan kenaikan suku bunga mungkin mengikuti lebih cepat dari yang diperkirakan. "Seberapa banyak tapering itu sendiri bukanlah kejutan, akhir yang lebih awal dari programnya akan memperkuat bahwa risiko penurunan terhadap dolar AS telah berkurang," Mazen Issa, ahli strategi senior valas di TD Securities, menulis dalam sebuah catatan riset.

TD Securities memperkirakan The Fed akan mengakhiri program pelonggaran kuantitatif pada Juni 2022. "Jika putaran tapering terakhir merupakan indikasi, sekitar setengah dari kenaikan siklikal dolar AS diamati tiga bulan setelah tapering," tambahnya.

Euro tergelincir 0,1 persen terhadap dolar menjadi 1,1698 dolar AS, sebagian besar mengabaikan perkembangan dalam pemilihan umum Jerman selama akhir pekan, dengan Partai Sosial Demokrat diproyeksikan akan mengalahkan blok konservatif CDU/CSU. Dolar AS naik 0,3 persen terhadap yen menjadi 110,99 yen, setelah sebelumnya naik ke level tertinggi hampir tiga bulan. Dolar AS juga naik 0,2 persen versus franc Swiss menjadi 0,9259 franc.

Dolar Australia yang sensitif terhadap risiko naik 0,4 persen menjadi 0,7289 dolar AS karena kekhawatiran penyebaran pasar yang meluas dari China Evergrande Group yang terlilit utang mereda. Kekhawatiran bahwa Evergrande, pengembang terbesar kedua di China, dapat gagal membayar utangnya sebesar 305 miliar dolar AS telah membayangi perdagangan dalam beberapa pekan terakhir, tetapi beberapa dari ketakutan penularan tersebut telah surut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement