Sabtu 25 Sep 2021 20:05 WIB

IDI Prediksi Vaksin Covid-19 Berkembang Mirip Pada Influenza

Masyarakat tetap diimbau mengenakan masker meskipun sudah divaksin Covid-19.

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Agus raharjo
Petugas Diskes Lantamal XIII menyiapkan Vaksin Sinovac saat akan melakukan vaksinasi COVID-19 untuk warga pesisir dalam rangka program serbuan vaksin COVID-19 di Desa Juwata Laut, Tarakan Utara, Tarakan, Kalimantan Utara, Jumat (17/9/2021). Dikses Lantamal XIII telah melaksanakan sebanyak 59.030 vaksin ke masyarakat dengan tujuh satuan kerja yaitu Tarakan, Nunukan, Balikpapan, Sanggatta, Banjarmasin, Kota Baru dan RSAL Iyas Tarakan berdasarkan data Kamis (16/9/2021).
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Petugas Diskes Lantamal XIII menyiapkan Vaksin Sinovac saat akan melakukan vaksinasi COVID-19 untuk warga pesisir dalam rangka program serbuan vaksin COVID-19 di Desa Juwata Laut, Tarakan Utara, Tarakan, Kalimantan Utara, Jumat (17/9/2021). Dikses Lantamal XIII telah melaksanakan sebanyak 59.030 vaksin ke masyarakat dengan tujuh satuan kerja yaitu Tarakan, Nunukan, Balikpapan, Sanggatta, Banjarmasin, Kota Baru dan RSAL Iyas Tarakan berdasarkan data Kamis (16/9/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memperkirakan kemungkinan vaksin Covid-19 akan digunakan beberapa kali karena virus yang terus bermutasi. Hal ini seperti vaksin yang digunakan untuk virus Influenza.

"Mungkin, nantinya vaksin Covid-19 berkembang digunakan sama seperti vaksin influenza. Artinya setiap tahun diubah lagi vaksinnya yang disesuaikan dengan virus yang terus bermutasi," kata Ketua Tim Advokasi Vaksinasi IDI Iris Rengganis, Sabtu (25/9).

Dia melanjutkan, kalau mutasi virus lebih jauh dan terus berkembang, mungkin vaksin yang ada saat ini sudah tidak dikenal lagi. Menurutnya, berbagai macam perusahaan farmasi vaksin ini sedang mempelajari kemungkinannya.

Yang jelas, dia melanjutkan, meski seseorang sudah divaksin tetap memungkinkan terinfeksi virus. Namun, jika sudah divaksin penyakitnya tidak terlalu berat dibandingkan yang tidak mendapatkan imunisasi. Hal itu karena yang sudah divaksin punya antibodi yang berbeda-beda setiap orang.

Rengganis menambahkan, setidaknya orang yang sudah diimunisasi tetap dapat perlindungan. Sehingga bisa mencegah kematian dan dirawat di rumah sakit meski tetap bisa tertular. "Oleh karena itu, setelah divaksin tetap pakai masker kemanapun, divaksin atau tidak," katanya.

Lebih lanjut pakar imunisasi tersebut menjelaskan, vaksin Covid-19 di Indonesia ada beberapa macam platform. Ada yang virusnya dimatikan yaitu inactivated vaccine, yang pertama adalah Sinovac kemudian Sinopharm. Kemudian AstraZeneca yang menggunakan platform Viral Vector atau virus vector yang berguna untuk meningkatkan kerja antibodi.

Kemudian, platform messenger RNA (mRNA) yang digunakan vaksin Pfizer dan Moderna. Terkait merek vaksin yang lebih baik, Iris menegaskan semua vaksin baik dan membentuk antibodi serta sudah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab, ia menegaskan setiap vaksin yang sudah masuk Indonesia harus melalui BPOM.

"Tetapi kalau mau melihat vaksin yang terbaik harus melihat efektivitas vaksin seiring dengan berjalannya waktu, mungkin tahun depan baru bisa dilihat. Semua farmasi vaksin kan juga akan menyesuaikan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement