Jumat 24 Sep 2021 14:14 WIB

Minimnya Akses ke Buku Bacaan Penyebab Rendahnya Literasi

Rendahnya literasi bukan karena minat bacanya rendah.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Mas Alamil Huda
Anak-anak saat membaca buku di Bale Buku, Gang Dendrit, Cakung, Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anak-anak saat membaca buku di Bale Buku, Gang Dendrit, Cakung, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, Endang Aminudin Aziz, mengungkap penyebab rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia. Dia mengatakan, itu terjadi karena kurangnya akses yang dimiliki masyarakat terhadap buku-buku bacaan.

"Karena kurangnya akses kepada buku-buku bacaan. Kemudian kurangnya waktu yang dikeluarkan, yang dihabiskan, oleh seseorang untuk membaca. Bukan mereka minat bacanya rendah. Tidak," kata Amin, sapaannya, dalam kegiatan Riung Media di Jakarta Utara, Kamis (23/9).

Amin mengatakan, karena melihat persoalan tersebut, dia meminta timnya yang ada di Badan Perbukuan, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, untuk menyiapkan buku-buku literasi. Penyiapan buku itu dilakukan untuk tingkat PAUD hingga ke tingkat SMA/SMK.

"Ditambah dengan penerjemahan dari buku-buku dari bahasa asing, dan juga bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia," ungkap Amin.

Dia mengungkapkan, sejauh ini selama 2021 sudah ada 1.375 buku yang diterjemahkan dari bahasa asing ke Bahasa Indonesia. Sementara buku terjemahan dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia ada sebanyak 250 judul buku. Buku-buku berbahasa daerah itu berasal dari unit pelaksana teknis (UPT) di seluruh Indonesia.

"Ada pertanyaan yang muncul, 'kenapa kok tidak langsung saja menulis dalam bahasa Indonesia, tidak perlu dari bahasa daerah dulu?' Saya katakan, ini yang kita sebut sebagai satu kali perahu mendayung dua hingga tingga pulau terlampaui," tutur dia.

Dengan menulis buku dalam bahasa daerah, kata dia, maka bahasa daerah tersebut akan relatif terlindungi. Kemudian, para penulis tersebut juga akan dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menerjemahkannya menjadi bahasa Indonesia, sesuai dengan salah satu program yang ada di Badan Bahasa.

"Hasil-hasilnya ini bisa dibaca untuk masyarakat yang lain. Itu penerjemahan. Yang sebelumnya tidak pernah kita lakukan. Menerjemahkan buku-buku untuk kegiatan literasi yang jumlahnya belum begitu besar," kata dia.

Dia menargetkan, selama empat tahun ke depan paling sedikit akan ada 5.000 judul buku dari bahasa asing yang sudah diterjemahkan menjadi berbahasa Indonesia. Bahasa asing yang dia maksud tidak hanya buku-buku berbahasa Inggris saja, tetapi juga bahasa-bahasa dari negara lain.

"Apa saja, tidak hanya Inggris, mungkin dari Jepang, Mandarin, Jerman, bahasa apapun. Ini yang kemudian kita terjemahkan," jelas dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement