Rabu 22 Sep 2021 16:49 WIB

Pengadilan Simbolis Dengarkan Korban Pelanggaran HAM Turki

Pengadilan simbolis di Swiss kesaksian dua korban kekerasan dan seorang pengacara HAM

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Bendera Turki di jembatan Martir, Turki
Foto: AP
Bendera Turki di jembatan Martir, Turki

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Koalisi masyarakat sipil di Swiss, menggelar sidang simbolis untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Turki. Mereka mendengarkan kesaksian dua korban kekerasan dan seorang pengacara pembela HAM pada hari Senin (20/9) lalu di Jenewa, Swiss.

Dikutip dari Turkish Minute, Rabu (22/9) kesaksian pertama disampaikan, seorang guru yang bekerja di sebuah sekolah negeri Mehmet Alp. Ia mengaku diculik badan intelijen Turki MIT di Cizre pada 18 April 2015.

Baca Juga

Mehmet Alp mengatakan dirinya dipaksa menandatangani pernyataan yang menuduhnya mendorong murid-muridnya untuk bergabung dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang terlarang. Dia mengaku ditodong senjata untuk menandatangani dokumen itu. Mehmet tidak memberi tahu siapa pun kejadian itu karena takut.

Mehmet kemudian dipenjara pada 2016. Ketika berada di penjara, upaya kudeta terjadi di Turki pada 15 Juli 2016, yang secara dramatis mengubah iklim politik di negara itu, ketika pemerintah melancarkan tindakan keras terhadap lawan politik dengan dalih perjuangan anti-kudeta.

Meskipun berada di penjara pada saat kudeta berlangsung, Mehmet kemudian ikut didakwa dalam keterlibatan kudeta. Dia mengatakan mengalami tindakan kekerasan di dalam tahanan yang menyebabkan pendarahan internal dan tidak mendapat bantuan medis.

“Kami tidak hanya menyiksa Anda, tapi juga kepada istri Anda jika perlu, dan anak-anak Anda akan berakhir di panti asuhan. Jadi jika Anda mencintai keluarga, maka jangan beritahu pengadilan apa yang telah terjadi,” kata Mehmet Alp menirukan intimidasi yang diterimanya.

Mehmet kemudian dibebaskan pengadilan sambil menunggu persidangan pada 2018. Saat itu, dia memutuskan untuk melarikan diri ke Eropa untuk mencari suaka.

Sedangkan, Erhan Dogan, seorang guru sejarah yang bekerja di sekolah yang berafiliasi dengan gerakan Gulen menyatakan, pemerintahan di Ankara menuduh gerakan Gulen, sebuah kelompok berbasis agama yang diilhami oleh ulama Turki Fethullah Gulen, berada di balik kudeta yang gagal. Namun, gerakan tersebut menyangkal keterlibatan apapun dengan kudeta atau aktivitas lainnya.

Dogan mengatakan dia ditahan 10 hari setelah kudeta yang gagal dan dibawa ke gym yang digunakan sebagai pusat penahanan setelah upaya kudeta oleh unit kontraterorisme (TEM) Departemen Kepolisian Ankara.

“Saya dipukuli, ditelanjangi, dan dipukul dengan tongkat,” kata Dogan seperti dilansir Turkish Minute.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement