Selasa 21 Sep 2021 04:50 WIB

Pengembangan Korporasi Petani untuk Kesejahteraan Petani

Korporasi petani harus dibangun komprehensif dengan perubahan tata kelola bisnis.

Workshop Korporasi Petani Kementerian Pertanian.
Foto: istimewa
Workshop Korporasi Petani Kementerian Pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Hermanto, Koordinator Substansi Perencanaan Wilayah Biro Perencanaan - Kementerian Pertanian

Korporasi petani merupakan salah satu bentuk pemberdayaan ekonomi petani yang memiliki dimensi strategis dalam pembangunan pertanian. Dengan kondisi pertanian Indonesia yang sebagian besar digeluti oleh petani dengan skala usaha tani relatif sempit atau kurang dari 0,5 ha,hampir tidak mungkin petani dapat mengorganisasikan dirinya sendiri secara efektif dan efisien sehinggapetani cenderung bekerja sendiri-sendiri.

Baca Juga

Akibatnya, biaya transaksi usaha taninya menjadi lebih besar per satuan nilai output yang dihasilkan.  Sudah saatnya para petani diorganisir dan didorong untuk berkolaborasi dalam suatu korporasi petani yang memiliki skala ekonomi sehingga mampu meningkatkan efisiensi usahataninya dan kesejahteraannya.

Karena itu, pengembangan korporasi petani sudah menjadi suatu keharusan dalam pembangunan pertanian. Namun, pengembangan korporasi petani belum berjalan mulus, meskipun telah tertuang dalamRPJM 2020-2024 sebagai Proyek Prioritas Strategis Nasional (Major Project) dengan program “Penguatan Jaminan Usaha serta 350 Korporasi Petani dan Nelayan”.

Tulisan ini akan menguraikan konsep dasar dan menganalisis kendala pengembangan korporasi petani serta strategi untuk mengakselerasi pengembangan korporasi petani dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.

Konsep dasar korporasi petani

Korporasi petani adalah suatu satu kesatuan badan usahayang dibentuk dari, oleh dan untuk petani. Melalui korporasi petani, asas economic of scale dapat diterapkan sehingga pengelolaan sumber daya dalam suatu kawasan pertanian bisa lebih optimal. Hal ini bisa dilakukan dengan mengintegrasikan fungsi keseluruhan rantai nilai dari hulu ke hilir; subsistem prasarana, sarana dan budidaya, penanganan pascapanen, pengolahan, dan pemasaran, serta jasa pendukung dan industri penunjang dengan budidaya pertanian sebagai simpul inti.

Transformasi pertanian dari semula berdasarkan asas ekonomi konvensional menjadi berbasis ekonomi modern adalah esensial dalam membangun korporasi petani. Transformasi tersebut ditempuh melalui tiga jalan secara bersamaan, yaitu: (1) Transformasi pengembangan bisnis/usaha sehingga potensi berusaha para petani ditumbuhkembangkan dan kemudian diimplementasikan menjadi sumber pendapatan yang optimal; (2)Transformasi pengembangan kelembagaan petani sehingga peluang berusaha dapat didistribusikan, dan modal ekonomi dan modal sosial disinergikan, serta potensi manfaat/keuntungan berusaha dapat dibagikan secara berkeadilan; dan (3) Transformasi teknologi melalui adopsi inovasi modern.

Kendala pengembangan

Pengembangan korporasi petani mulai diintruksikan oleh Presiden Joko Widodo pada saat Rapat Terbatas Kabinet Kerja, 12 September 2017, namun hingga saat ini belum berjalan secara optimal di lapangan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan korporasi petani, adalah: (1)  Belum adanya payung hukum korporasi petani dan nelayanmelalui suatu Peraturan Presiden (Perpres)yang mengatur tata laksana, pembagian tugas dan kewenangan di tiap K/L dalam membangun korporasi petani;  (2) Belum terkoordinasi dan terintegrasinya kegiatan pengembangan korporasi petani antar K/L sehingga perencanaan dan pelaksanaannya masih berjalan sendiri-sendiri dengan skema dan lokasi yang berbeda-beda;  (3)  Belum adanya penguatan kebijakan afirmasi untuk mendorong terbentuknya korporasi petani yang profesional; (4) Masih terbatasnya jejaring kerjasama bisnis dan akses pembiayaan untuk korporasi petani dalam menjalankan bisnisnya; (5) Masih belum memadainya prasarana dan sarana pendukung kegiatan produksi serta pengelolaan dan pemasaranhasilnya; (6) Tidak mudahnya menkonsolidasi petani karena petani terbiasa bekerja sendiri-sendiri dengan manajemen mandiri; dan (7)  Masih terbatasnya kapasitas SDM petani dalam mengelola korporasi petani secara professional.

Strategi akselerasi

Dengan berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan korporasi petani, maka tujuan dan sasaran pengembangan korporasi petani yang tertuang dalam RPJM 2020-2024, yaitu terjadinya peningkatan produktivitas dan pendapatan petani rata-rata 5 persen per tahun tidak mudah dicapai.Karena itu, diperlukan suatu terobosan strategi,mengingat pengembangan korporasi bukan semata persoalan manajemen bisnis di tingkat mikro, namun sangat berkait dengan kebijakan di tingkat makro.

Keterpaduan formasi strategi makro-mikro yang diperlukan dalam pengembangan korporasi petani pertama dengan membuat payung hukum pengembangan korporasi petani dan nelayan melalui suatu Peraturan Presiden (Perpres), sebagai panduan bagi Kementerian/Lembaga (K/L) untuk mempercepat pengembangan korporasi petani. Regulasi tersebut akan menjadi arah bagi pengembangan korporasi petani yang efisien, bentuk hukum, skema/sumber pembiayaan, dan keterlibatan stakeholders terkait dalam mendukungpengembangan korporasi petani.

Kedua yakni penguatan kelembagaan petani (kelompok tani, Gabungan Kelompok Tani/Gapoktan)yang dilakukan secara integratif dan konsolidatif melalui; (a) Peningkatan kapasitas SDM petani; (b) Pengembangan investasi sosial; (c) Pengembangan sarana dan prasarana pendukung; (d) Peningkatan jejaring kerjasama bisnis; dan (e) Penguatanmanagemen kelembagaan petani. Kelembagaan petani ini diupayakan menjadi basis utama dalam pengembangan korporasi petani.

Ketiga dengan pendampingan kepada petani, kelompok tani dan Gapoktan dalam proses awal pengembangan korporasi petani, fasilitasi bantuan sarana dan prasana, membangun tata kelola yang baik dalam sistem korporasi yang terbentuk. Hal ini sangat penting karena pengembangan korporasi petani membutuhkan dukungan lintas kementerian dan lembaga termasuk Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi.

Keempat, pelibatan sektor usaha swasta serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) denganmengintegrasikan bisnisnya dalam korporasi petani, yangsekaligus menjalankan fungsi pemberdayaan untuk kemandirian dan keberlanjutan korporasi petani. Kelima, ,enyempurnakan berbagai dokumen terkait dengan pengembangan korporasi petani khususnya Grand Design, Pedoman Umum, dan Petunjuk Pelaksanaan pengembangan korporasi petani supaya menjadi lebih mudah dipahami dan diimplementasikan oleh para pihak yang terlibat.

Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membangun korporasi petani bukanlah pekerjaan yang mudah karena spektrum korporasi petani mencakup berbagai aspek kelembagaan, legal, permodalan, organisasi, bisnis dan kebijakan yang harus disiapkan.

Korporasi petani harus dibangun secara komprehensif dengan menjalankan prinsip dan nilai korporasi petani serta melakukan perubahan dan percepatan tata kelola bisnis yang lebih modern melalui berbagai strategi yang mengedepankanupaya peningkatan daya saing, inovasi, dan kreativitas pengembangan tata kelola bisnis dengan mensinergikan keterlibatan stakeholdersterkait dalam satu pola sikap dan pola tindak pengembangan korporasi petani untuk kesejahteraan petani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement