Selasa 21 Sep 2021 02:15 WIB

MAKI Laporkan Pejabat Pembuat Paspor Palsu Adelin Lis

Adelin Lis menggunakan paspor atas nama Hendro Leonardi sepanjang 2017-2018.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan pejabat Kantor Imigrasi Jakarta Utara (Jakut) berinisial S ke Kejaksaan Agung (Kejakgung). Pelaporan tersebut, terkait dengan pembuatan paspor palsu atas nama Hendro Leonardi yang digunakan untuk membantu mantan buronan Adelin Lis selama pelarian di Singapura. 

Pelaporan tersebut, resmi dilayangkan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), di Jakarta, pada Senin (20/9). “Bahwa berdasarkan hal tersebut, kami (MAKI) mendesak untuk segera dilakukan proses hukum tindak pidana korupsi secara profesional terhadap oknum pejabat Imigrasi Jakarta Utara, berinisial S,” ujar kordinator MAKI Boyamin Saiman, dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (20/9).

Boyamin menerangkan, dari hasil investigasi mandiri yang dilakukan MAKI, terungkap Adelin Lis menggunakan paspor atas nama Hendro Leonardi sepanjang 2017-2018. Penggunaan paspor tersebut sebanyak empat kali. 

Paspor tersebut, tercatat dalam pintu keluar-masuk wilayah Indonesia-Singapura. “Paspor nama Hendro Leonardi diduga diterbitkan oleh kantor Imigrasi Jakarta Utara,” ujar Boyamin.

Kata Boyamin, dua kali pihak Imigasi Jakut menerbitkan paspor atas nama Hendro Leonardi untuk Adelin Lis. Paspor pertama, bernomor A 5947562 yang diterbitkan pada 28 Juni 2013 sampai 28 Juni 2018. Paspor atas nama Hendro Leonardi lainnya, bernomor S 250857 yang diterbitkan pada 2 Juli 2008 sampai 2 Juli 2013. 

Kata Boyamin, ada dugaan oknum Imigrasi Jakut berinisial S, menjadi pihak yang mengurus, dan membuat paspor tersebut. MAKI, kata Boyamin menerangkan, dalam pelaporan ke Jampidsus, meminta Kejakgung untuk mengusut keterlibatan inisial S tersebut. 

MAKI dalam laporannya, menduga adanya unsur pidana korupsi, dalam pembuatan, maupun penerbitan paspor tersebut. MAKI menebalkan tuduhannya terhadap inisial S, dengan Pasal 9 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 31/1999-20/2001.

Isinya, menyangkut soal ancaman pidana penjara lima tahun terhadap pegawai negeri yang sengaja memalsukan surat-surat, dan daftar-daftar untuk kepentingan administratif.

Adelin Lis sendiri, sebetulnya sudah ditangkap dan dibawa pulang dari Singapura, pada Mei 2021 lalu. Dia ditangkap di Singapura setelah 14 tahun menjadi buronan sejak 2008. 

Adelin Lis, adalah buronan Kejaksaan Agung (Kejakgung) yang divonis bersalah, dan dihukum penjara 10 tahun oleh Mahkamah Agung (MA). Vonis dan hukuman tersebut, terkait kasus korupsi, dan pembalakan liar, serta perusakan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaannya di Mandailing Natal, Suamtera Utara (Sumut) pada 2000-2005.

Dalam putusan MA 2008, dikatakan korupsi, dan pembalakan liar, serta perusakan lingkungan tersebut, merugikan negara senilai Rp 119,8 miliar. MA juga menghukum Adelin Lis dengan pidana pengganti senilai 2,93 juta dolar AS. Sejak tertangkap di Singapura, dan dipulangkan ke Indonesia, Kejakgung melakukan eksekusi terhadapnya untuk menjalani pemidanaan 10 tahun penjara di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat (Jabar).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement