Senin 20 Sep 2021 09:53 WIB

IHSG Tertekan Ketidakpastian Kebijakan Fiskal AS

IHSG akan terkonsolidasi melemah pada perdagangan awal pekan ini.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak lesu pada perdagangan pagi ini, Senin (20/9). Indeks dibuka koreksi ke level 6.132,03 dan terus turun hingga ke level 6.109,85.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak lesu pada perdagangan pagi ini, Senin (20/9). Indeks dibuka koreksi ke level 6.132,03 dan terus turun hingga ke level 6.109,85.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak lesu pada perdagangan pagi ini, Senin (20/9). Indeks dibuka koreksi ke level 6.132,03 dan terus turun hingga ke level 6.109,85. 

Phillip Sekuritas Indonesia memprediksi IHSG akan terkonsolidasi melemah pada perdagangan awal pekan ini. Menurut risetnya, pergerakan IHSG mendapat pengaruh dari sentimen global. 

"Dengan tidak beroperasinya bursa saham di Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok hari ini, indeks saham di Asia pagi ini di buka turun setelah indeks saham utama di Wall Street akhir pekan lalu turun tajam, tertekan oleh aksi jual yang di lakukan investor," tulis Phillip Sekuritas Indoesia dalam risetnya, Senin (20/9). 

Secara mingguan, DJIA menciut 0,1 persen dan memperpanjang penurunan menjadi tiga pekan beruntun, sedangkan S&P 500 terpangkas 0,6 persen dan merupakan penurunan selama dua pekan. Sementara NASDAQ sepanjang minggu lalu mundur 0,5 persen.

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah Amerika Serikat (US Treasury Note) bertenor 10 tahun naik 3,9 bps menjadi 1,37 persen. Selain itu, investor harus menghadapi sejumlah ketidakpastian, antara lain potensi kenaikan tarif pajak korporasi yang dapat mengikis laba emiten. 

Di sisi lain, ketidakpastian juga datang dari kebijakan fiskal AS. House of Representatives (DPR) pekan ini dijadwalkan melakukan pemungutan suara atas langkah-langkah untuk mengakhiri perdebatan mengenai batas atas penarikan utang (debt ceiling) Pemerintah AS. 

Gedung Putih sudah memperingatkan bahwa kegagalan menaikkan batas penarikan utang dapat mendorong ekonomi AS kembali ke jurang resesi dan memicu Pemerintah AS gagal bayar (default) atas pembayaran utang-utangnya. 

Ketidakpastian juga muncul pada sisi kebijakan moneter dengan adanya kemungkinan pergeseran jadwal (timeline) pengurangan (tapering) program pembelian aset oleh bank sentral AS (Federal Reserve atau the Fed) yang akan melakukan pertemuan kebijakan pekan ini. 

"Investor ingin mengetahui apakah rilis sejumlah data ekonomi minggu lalu yang keluar lebih baik dari ekspektasi dapat mendorong the Fed mempersingkat jadwal pengurangan paket stimulus moneternya," tulis Phillip Sekuritas Indonesia. 

Menurut riset, kejelasan mengenai jadwal tapering akan membantu investor menentukan kisaran kapan the Fed akan mulai menaikkan suku bunga acuan. Selain the Fed, bank sentral di Tiongkok, Jepang, Swedia, Brazil, Indonesia Inggris dan Turki juga dijadwalkan melakukan pertemuan pekan ini untuk menentukan arah kebijakan moneter.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement