Senin 20 Sep 2021 00:03 WIB

Pengamat: Politisi 'Genit' Goda TNI Masuk Ranah Politk

TNI sudah sering diperingatkan untuk tak ikut campur dalam urusan politik.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi
Foto: Dok Pribadi
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyindir, politisi yang meramaikan isu Panglima TNI baru dengan mengutarakan dukungan terhadap salah satu calon. Dia mendesak, agar isu Panglima TNI baru tak dipolitisasi.

Khairul juga turut menanggapi Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin yang menyebut Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Yudo Margono sebagai Panglima TNI. Peristiwa yang dianggap hanya salah sebut ini, seolah menjadi kode pemilihan Yudo menjadi Panglima TNI baru.

"Apakah salah sebut oleh Wapres itu merupakan kode atau bukan, yang paham ya Wapres sendiri. Yang jelas, sampai hari ini bakal kandidat Panglima TNI sebenarnya kan masih berkutat di antara tiga perwira tinggi yang sedang menjabat kepala staf angkatan, meskipun KSAD Andika Perkasa maupun KSAL Yudo Margono dianggap lebih berpeluang," kata Khairul kepada Republika, Ahad (19/9).

Khairul mengamati, fenomena dukung-mendukung terhadap calon Panglima TNI sebelumnya gencar dilakukan oleh sejumlah politisi. Menurutnya, hal ini tergolong sangat berlebihan dalam menyikapi siapa Panglima TNI baru.

"Selama ini, TNI sering diperingatkan untuk tak ikut campur dalam urusan politik di luar agenda politik negara. Namun di sisi lain, dalam kasus ini, justru para politisi yang terlihat genit menggoda TNI untuk masuk ke ranah politik," ujar Khairul.

Khairul menekankan, pengusulan Panglima TNI merupakan hak dan kewenangan Presiden. Maka, sepanjang tidak ada kebutuhan mendesak atau persoalan yang mengharuskan penggantian segera, hanya Presiden yang berhak menentukan waktu terbaik untuk mengganti Panglima TNI dan mengusulkan calon penggantinya ke DPR. 

"Kita tidak bisa mendikte Presiden dalam hal ini. Nama calon Panglima TNI bisa diserahkan Presiden sebelum DPR memasuki masa reses pada 7 Oktober. Tapi, kalaupun nama calon disampaikan ke DPR setelah masa reses berakhir pada awal November, juga tidak masalah," ucap Khairul.

Khairul juga meminta Presiden maupun DPR tidak terjebak pada bangunan citra dan reputasi yang disodorkan oleh para endorser, tanpa melihat realitas secara jernih dan obyektif. Sebab nantinya, siapapun yang menjadi Panglima TNI dihadapkan pada tantangan besar. 

"Selain isu lingkungan strategis, juga menyangkut pengembangan organisasi, moral dan kompetensi prajurit, modernisasi alutsista maupun soal kesejahteraan prajurit," tutur Khairul.

Sebelumnya, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin memberikan sambutan kala mengunjungi acara vaksinasi di Pesantren (Ponpes) An Nawawi Tanara di Kampung Kemuludan, Desa/Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Kamis (16/9). Ma'ruf mengaku datang didampingi Panglima TNI. 

Ma'ruf lalu merevisi ucapannya tersebut kalau ia hadir bersama Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL). Rekaman video bertuliskan Dinas Penerangan Angkatan Laut (Dispenal) itu beredar di media sosial.

"Hari ini saya hadir di Pesantren An Nawawi, Tanara, Serang, Banten, untuk mengikuti vaksinasi yang diadakan TNI Angkatan Laut bersama dengan pemerintah daerah. Beliau bersama Bapak Panglima hadir di sini, eh Bapak KSAL, Kepala Staf Angkatan Laut," ujar Maruf.

Laksamana Yudo bersama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa bersaing ketat untuk menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan pensiun pada akhir November 2021. Syarat menjadi Panglima adalah perwira tinggi bintang empat dengan jabatan kepala staf. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement