Jumat 17 Sep 2021 19:41 WIB

Hukum Pinjaman Online dalam Pandangan Ustadz Erwandi Tarmizi

Ustadz Erwandi Tarmidzi jelaskan hukum pinjaman online.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
 Hukum Pinjaman Online dalam Pandangan Ustadz Erwandi Tarmizi. Foto:  Sejumlah anak membaca bersama di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021). Mural tersebut sebagai sarana imbauan kepada masyarakat terhadap bahaya pinjaman daring atau
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Hukum Pinjaman Online dalam Pandangan Ustadz Erwandi Tarmizi. Foto: Sejumlah anak membaca bersama di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021). Mural tersebut sebagai sarana imbauan kepada masyarakat terhadap bahaya pinjaman daring atau

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peer to peer Lending (P2P) atau sering disebut pinjaman online diselenggarakan oleh penyedia sarana layanan pinjam-meminjam yang berbasis teknologi. Hadirnya Finansial Teknologi (Fintek) P2P telah menggantikan bank yang saat ini sebagai tempat orang meminjam dan menabung uang.

Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, berdasarkan mekanisme umum cara kerja pinjaman online dapat disimpulkan sebagai suatu transaksi pemberian pinjaman individu kepada individu lain dengan media teknologi. Sarana teknologi hanya sebagai media pertemuan antara pemberi pinjaman dengan peminjam.

Baca Juga

Hukum Syari Peer to Peer Lending:

Dari gambaran cara kerja transaksi P2P Lending akad yang digunakan adalah akad Qardh (pinjam-meminjam uang) yang disertai dengan pertambahan bunga dan denda keterlambatan. Ini merupakan bentuk riba jahiliyyah dengan sarana teknologi daring.

Dalam kaidah fikih dinyatakan

كل قرض جر منفعةفهو ربا

"Setiap pinjaman yang memberikan keuntungan bagi pemberi pinjaman adalah riba" (Al Mawardi, Al Hawi).

Hukum bahwa bunga bank sama dengan riba merupakan keputusan seluruh lembaga fatwa dunia. Dengan demikian tambahan pinjaman adalah riba dapat dikatakan bahwa landasan hukumnya adalah ljma.

Pada 1965 dalam Muktamar Islam ke-2 di Kairo yang dihadiri oleh 150 ulama dari 35 negara islam telah diputuskan, "Bunga bank dalam segala bentuknya adalah pinjaman yang bertambah. Hukumnya adalah haram, karena termasuk riba. Tidak ada perbedaan antara pinjaman konsumtif atau produktif. Riba diharamkan, baik persentasenya banyak maupun sedikit. Dan akad pemberian pinjaman yang disertakan dengan bunga juga diharamkan" (Dr. Sulaiman Al Asyqar, Qodhaya Fiqhiyyah Muashirah).

Pada 1985, Majma Al Fiqh Al Islami (divisi fikih OKI) mengadakan muktamar yang dihadiri oleh ulama perwakilan negara-negara anggota OKI memutuskan, "Setiap penambahan dalam pengembalian hutang, atau bunga, atau denda karena keterlambatan pelunasan hutang, begitu juga bunga yang ditetapkan persennya sejak dari awal transaksi, hal ini adalah riba yang diharamkan syariat Islam".

Pada 1986, Al Majma Al Fiqhy Al Islami (divisi fikih Rabithah Alam Islami) menfatwakan, "Segala bentuk bunga hasil pinjaman adalah riba dan harta haram".

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement