Kamis 16 Sep 2021 20:00 WIB

KPK Abaikan Komnas HAM, Ombudsman dan Suara Publik

KPK dinilai sudah mengabaikan Komnas HAM dan Ombudsman

Rep: Amri Amrullah/ Red: A.Syalaby Ichsan
KPK Abaikan Komnas HAM/Seorang pegawai KPK Yudi Purnomo berjalan keluar sambil membawa peralatan pribadi dari meja kerjanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/9/2021). KPK memberhentikan 57 pegawai yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat alih status menjadi ASN per 30 September 2021.
Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
KPK Abaikan Komnas HAM/Seorang pegawai KPK Yudi Purnomo berjalan keluar sambil membawa peralatan pribadi dari meja kerjanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (16/9/2021). KPK memberhentikan 57 pegawai yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat alih status menjadi ASN per 30 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikeras tetap memberhentikan sisa pegawainya yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di tengah polemik alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sikap KPK yang berlawanan dengan aspirasi masyarakat sipil ini, memposisikan seolah pimpinan KPK tidak mendengar suara publik.

Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Eko Riyadi mengatakan kehadiran KPK sejak awal berdirinya mendapatkan dukungan dari masyarakat sipil. Hal itu karena KPK menjadi kekuatan pemberantasan korupsi, yang selama ini disuarakan publik dan kekuatan masyarakat sipil.

Namun saat ini, ia melihat pimpinan KPK dengan penuh percaya dirinya, mengabaikan suara publik dan aspirasi masyarakat sipil, bahkan rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI soal TWK. Tanpa menunggu sikap presiden, pimpinan KPK langsung memberhentikan para pegawainya yang tak lolos TWK.

"Suara publik diabaikannya, suara lembaga independen Komnas HAM dan Ombudsman RI diacuhkannya," kata Eko kepada wartawan, Kamis (16/9).

Eko menegaskan sejak awal PUSHAM UII juga dalamnl posisi mengkritik prosedur dan substansi TWK yang penuh problematikanya tersebut. Ia menilai prosedur TWK sangat tendensius, dan sudah terlihat sejak awal menargetkan, serta ingin menyingkirkan orang orang tertentu di KPK.

Baca juga : KPK Pecat Pegawai, Mardani: Pemberantasan Korupsi Dibajak

"Substansinya juga banyaj menyinggung aspek forum internum, dari peserta TWK yang masuk kategori kebebasan yang tidak bisa diintervensi negara," ungkapnya.

Fakta  sekarang, ujar dia, ketika 57 pegawai KPK diberhentikan oleh pimpinan KPK per 1 Oktober 2021 mendatang. Padahal,  sejak awal Presiden Jokowi sudah menegaskan TWK pegawai KPK tidak menjadi dasar untuk memberhentikan pegawai KPK. Namun kini, presiden pun bersikap berbeda."Ini bukti bahwa sejak awal, pimpinan KPK ternyata satu kesatuan dengan pemerintah dan presiden," terangnya.

Eko mengungkapkan, PUSHAM UII sebagai bagian dari kelompok masyarakat sipil pun mengaku ikut menyayangkan atas sikap pimpinan KPK dan pemerintah ini. Walaupun seolah ada perbedaan sebelumnya, bahkan ia menyebut, KemenPAN RB pun sudah ada mekanisme baku mengenai seleksi CPNS selama ini, tetapi akhirnya terlihat sikap yang sama antara pimpinan KPK dan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement