Kamis 16 Sep 2021 15:55 WIB

Kegiatan Pemerintah untuk Seni-Budaya Dinilai Belum Mengena

Kegiatan nasional seperti PKN lebih bersifat kegiatan hiburan.

Pengunjung memerhatikan karya maestro lukis Affandi di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Jumat (30/10). Pameran bertajuk Imersif Affandi Alam, Ruang, Manusia tersebut digelar secara daring dan luring dalam rangkaian acara Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2020 yang berlangsung hingga 25 November 2020. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung memerhatikan karya maestro lukis Affandi di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Jumat (30/10). Pameran bertajuk Imersif Affandi Alam, Ruang, Manusia tersebut digelar secara daring dan luring dalam rangkaian acara Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2020 yang berlangsung hingga 25 November 2020. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ruang gerak para pelaku seni dan budaya sejauh ini masih tersendat. Hal ini dikarenakan masih adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di berbagai daerah.

Menanggapi hal tersebut, pengamat budaya dari Institusi Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Prof Een Herdiani menyatakan beberapa progam yang dilakukan Kemendikbudristek bagi pelaku seni dan budaya belum mengena. Terlebih kegiatan nasional seperti Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) lebih bersifat kegiatan hiburan. 

"Sebetulnya PKN itu belum merupakan solusi bagi kesulitan seniman yang terdampat pandemi, akan tetapi masih merupakan kegiatan rutin," kata pengamat seni dan budaya ini.

Menurutnya, kegiatan PKN sudah berlangsung sebelum masa pandemi. Kegiatan itu masih merupakan pada hal yang bersifat pemberian ruang apresiasi agar seniman terus berkarya. Sementara program yang diperuntukan bagi seniman yang terdampak pandemi ada yang disebut kegiatan "Budaya Saya" di mana beberapa karya seniman diambil videonya untuk ditayangkan di platform Youtube secara simultan. 

Begitu juga mengenai bantuan yang dikucurkan. Besar bantuan seniman terdampak ini, yakni antara Rp 10 juta sampai Rp 20 juta per-kelompoknya. Namun demikian, memang bantuan itu hanya sebagian kecil dari jumlah seniman secara keseluruhan yang ada di Indonesia. 

"Program lainnya juga ada, yakni melalui sistem pendataan (digital) seniman diberi bantuan juga secara perseorangan, dengan besaran berkisar tiga jutaan per orang," paparnya. 

Namun dalam proses pendataan tersebut memiliki kendala tersendiri, di mana seniman di daerah-daerah kurang akrab dengan pendataan mandiri melalui formulir digital. Pada akhirnya itu yang menimbulkan masalah tersendiri. 

Ditambah lagi, dinas yang bertanggung jawab dalam hal kebudayaan sangat kekurangan data tentang seniman yang ada di wilayah kerjanya, sehingga kendala pendataan mandiri digital tersebut belum berjalan efektif.

"Untuk PKN tentu  berpengaruh pada kegairahan seniman dalam berkarya tetapi masih dalam skala kecil bisa saja ada pengaruhnya. Namun demikian, lagi-lagi  mekanisme penunjukan seniman yang tampil dalam PKN sistem kurasinya kurang begitu transparan," jelasnya.

Sehingga, gaungnya masih belum dirasakan oleh seniman-seniman terutama yang ada di daerah. Jaditampaknya masih terus untuk meraih seniman di daerah. 

Menurut Prof Een, program yang cukup menarik itu salah satunya adalah program Gerakan Seniman Mengajar di Sekolah (GSMS) dan Belajar Bersama Maestro (BBM) di mana program ini cukup signifikan pengaruhnya. Di samping memotivasi seniman dalam kegiatan pewarisan bagi generasi penerus, juga yg tak kalah pentingnya adalah pemberdayaan seniman itu sendiri di daerah-daerah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement