Kamis 16 Sep 2021 14:12 WIB

CEO Indodax Soroti Pelegalan Kripto Sebagai Mata Uang

Negara pengguna kripto memakainya untuk kurangi ketergantungan pada dolar AS.

 Sejumlah mata uang kripto di dunia, Bitcoin (bawah kanan), Ethereum (tengah), Ripple (kanan), dan Cardano (kiri).
Foto: EPA
Sejumlah mata uang kripto di dunia, Bitcoin (bawah kanan), Ethereum (tengah), Ripple (kanan), dan Cardano (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Indodax Oscar Darmawan menyoroti pelegalan kripto sebagai mata uang seperti yang dilakukan oleh El Salvador yang mengadopsi bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah dan membuat negara lain tak terkecuali negara tetangganya, Honduras dan Guatemala, berencana mengikuti jejaknya.

Perwakilan dari bank sentral kedua negara yang berlokasi di Amerika Tengah tersebut mengatakan, mereka sedang mempelajari kemungkinan mata uang digital bisa diadopsi sebagai mata uang legal dan bisa dijadikan opsi pembayaran untuk masyarakat Honduras dan Guatemala selain mata uang fiat.

"Tidak cuma Honduras dan Guatemala sebenarnya, negara tetangganya, Kuba, Panama serta Paraguay pun sudah lebih dulu memiliki rencana untuk melegalkan kripto sebagai mata uang di negaranya. Mereka melakukan hal tersebut untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar," ujar Oscar dalam keterangan di Jakarta, Kamis (16/9).

Menurut Oscar, kebanyakan warga di Honduras dan Guatemala bergantung dengan uang kiriman dari keluarga mereka yang bekerja di Amerika Serikat. Setiap kiriman uang ada biaya potongan yang cukup besar yang sudah ditentukan oleh pemerintah.

"Dengan adanya rencana melegalkan kripto sebagai mata uang, tentu ini bisa dijadikan alternatif dan keuntungan untuk mereka," kata Oscar.

Tidak hanya untuk Kuba, Panama, Paraguay, Honduras, dan Guatemala, rupanya apa yang dilakukan negara El Salvador ini juga sedikit banyak berimbas ke negara di benua lain. 

Beralih ke negara di Benua Eropa, rancangan undang-undang yang melegalkan dan mengatur aset kripto di Ukraina kabarnya telah disahkan parlemen negara tersebut dalam pembacaan kedua pada 8 September 2021 lalu. Sebanyak 276 anggota parlemen memberikan suara tanda setuju dan hanya 6 anggota parlemen saja yang tidak menyetujui untuk mendukung RUU tersebut.

Sebelum adanya RUU tersebut, Ukraina tidak memiliki undang-undang apapun yang mengatur mengenai jual beli aset kripto, sehingga posisi kripto di Ukraina kurang begitu jelas. "Dengan adanya undang-undang tersebut, tentu jalannya akan seperti apa bisa menjadi lebih jelas. Tidak hanya itu, dengan adanya undang-undang ini, akan menumbuhkan rasa percaya untuk berinvestasi aset kripto dan menyimpannya sebagai suatu komoditas karena sudah didukung secara legal oleh negara," ujar Oscar.

Pelegalan aset kripto di Ukraina tidak sama seperti apa yang dilakukan oleh negara El Salvador yang melegalkan bitcoin sebagai mata uang. Sama seperti di Indonesia, aset kripto di Ukraina hanya bertindak sebagai komoditas dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran atau pertukaran barang atau jasa.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement