Rabu 15 Sep 2021 17:00 WIB

Survei: 34,3 Persen Masyarakat Enggan Vaksin Karena Rumit

Sebanyak 17,9 persen menyatakan tak tahu harus pergi ke mana.

Rep: Dian Fath/ Red: Friska Yolandha
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 Sinovac dosis pertama kepada warga saat Gerakan Nasional Percepatan Vaksinasi di GOR Bung Karno, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (15/9). Survey Change.org Indonesia bersama KawalCovid19 dan Katadata Insight Center mendapati 34,3 persen masyarakat mengaku belum divaksin lantaran merasa proses untuk mendapatkannya, rumit.
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 Sinovac dosis pertama kepada warga saat Gerakan Nasional Percepatan Vaksinasi di GOR Bung Karno, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (15/9). Survey Change.org Indonesia bersama KawalCovid19 dan Katadata Insight Center mendapati 34,3 persen masyarakat mengaku belum divaksin lantaran merasa proses untuk mendapatkannya, rumit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survey Change.org Indonesia bersama KawalCovid19 dan Katadata Insight Center mendapati 34,3 persen masyarakat mengaku belum divaksin lantaran merasa proses untuk mendapatkannya, rumit. Menyusul di belakangnya sebanyak 17,9 persen menyatakan tak tahu harus pergi ke mana.

"Sebanyak 16,5 persen masih menunggu vaksin yang lebih ampuh, dan 15,9 persen tak dapat antrean vaksin ketika sudah datang," ujar Manajer Riset Katadata Insight Center Vivi Zabkie dalam diskusi daring, Rabu (15/9).

Baca Juga

Change.org Indonesia bersama KawalCovid19 dan Katadata Insight Center melakukan survei kepada 8.299 responden yang tersebar di seluruh Indonesia. Survei dilaksanakan pada Jumat (6/8) hingga Ahad (22/8) dengan metode daring. Dari hasil survei tersebut, 77,9 persen masyarakat menyatakan telah divaksin. Sementara 22,1 persen belum.

Sebanyak 69,8 persen dari masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin mengaku divaksin karena merasa bertanggung jawab sebagai warga negara untuk bersama melawan Covid-19. Kemudian, 51,4 persen mengaku mau divaksin untuk melindungi keluarga dan 38 persen menyatakan agar dapat beraktivitas lagi.

"Namun, 5,9 persen memutuskan untuk vaksin karena merasa dipaksa atau diwajibkan," kata Vivi.

Masih dalam survei tersebut, sebanyak 38,3 persen mengaku tidak bersedia divaksin. Alasan utama atau mendapat suara 70,2 persen adalah karena merasa imun kuat sehingga tidak perlu divaksinasi.

Kemudian, 53,7 persen responden merasa tidak percaya dengan kinerja dan efektivitas vaksin dan 12,4 persen karena memiliki penyakit bawaan. Bahkan, adapula yang masyatakat yang mengaku tidak percaya vaksin.

"Sebanyak 48,4 persen responden menjawab setelah divaksin pun masih bisa terkena Covid-19. Kemudian 41 persen beranggapan bahwa kekebalan dapat dibentuk secara alami melalui herd immunity," ucap Vivi.

Hadir dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengaku cukup kaget hasil survei tersebut. Meskipun metode pengumpulan data dilakukan secara daring.

"Yang buat kaget ada 38 persen belum divaksin alasannya asal imun kuat tidak usah vaksin," ujar Nadia.

Menurutnya, ini tantangan besar tantangan terbesar bagi sosialisasi, edukasi dan percepatan vaksinasi yakni adanya hoaks dan misinformasi terkait vaksin dan Covid-19."Ini tantangan. Artinya edukasi yang harus dilalukan lebih kuat lagi," ujar Nadia.

Ia pun tak memungkiri, pihaknya sempat memberikan pesan yang kurang tepat di masa awal pandemi, yang menyebut Covid-19 dapat sembuh dengan sendirinya. Namun ternyata seiring berjalannya waktu, virus Covid -19 tidak cukup dengan mengandlakan kekebalan tubuh saja.

"Artinya agar kita bisa keluar dari pandemi, kita harus tetap dapat vaksin supaya lebih tetap optimal tentunya. Ini menurut saya agak kaget sedikit tentang hasil ini. Tentunya, ini akan jadi masukan untuk kami . Sosialisasi dan edukasi tetap kami lakukan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement