Senin 13 Sep 2021 16:55 WIB

NasDem: Amendemen Memungkinkan Buka Kotak Pandora

Taufik Basari mengibaratkan amendemen seperti gempa tektonik.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Politikus Partai Nasdem Taufik Basari
Foto: Republika/Prayogi
Politikus Partai Nasdem Taufik Basari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI, Taufik Basari, menanggapi soal rencana amendemen yang dikhawatirkan sejumlah pihak dapat membuka kotak pandora. Menurutnya, kekhawatiran tersebut mungkin saja terjadi.

"Apakah kemudian tidak membuka kotak pandora? Membuka kotak pandora menurut saya mungkin-mungkin saja bisa terjadi dalam suatu proses amendemen kelima dalam amendemen," kata Taufik dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/9). 

Baca Juga

Ia mengatakan, dalam melakukan perubahan terhadap satu dua pasal UUD 1945, tidak menutup kemungkinan untuk melihat pasal lain yang terkait. Ia mengibaratkan amendemen seperti gempa tektonik.

"Saya membayangkan suatu amendemen itu seperti gempa tektonik kalau kita ada gempa tektonik nih di kerak bumi terjadi maka dia harus ada gempa-gempa susulan untuk sampai normal lagi kerak buminya," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR itu mempertanyakan rencana menghadirkan kembali haluan negara. Padahal, hal tersebut sudah pernah dicabut dalam amendemen ketiga. 

"Kenapa kita masukan lagi? Apakah kemarin keputusan MPR yang dulu dalam amendemen ketiga itu keliru? Karena harus ada jawaban dulu. Kenapa dulu kita hapus kenapa mau dimasukan kembali? Apa yg menjadi penghambat ini? Itu satu," ucapnya. 

Pertanyaan lain yang muncul yaitu apakah ketika MPR menghapus GBHN di dalam amendemen ketiga itu juga sebagai konsekuensi MPR yang tidak lagi sebagai lembaga tinggi negara, yang tidak lagi menjadikan presiden sebagai mandataris MPR. Ia juga mempertanyakan apakah menghadirkan kembali haluan negara lantaran ingin mengembalikan seperti nuansa yang dulu. 

"Bagaimana posisi MPR apakah tetap seperti ini sebagai lembaga tinggi negara sesuai perubahan amendemen-amendemen UUD apakah harus seperti dulu sebagai lembaga tinggi negara?" tanyanya.

"Bagaimana posisi presiden dengan MPR hubungannya seperti apa, bagaimana kemudian presiden dianggap tidak melaksanakan PPHN apakah dianggap sebagai pelanggar konstitusi sehingga bisa dihimpit. Ini lah pertanyaan-pertanyaan yang harus kita jawab ketika kita melakukan kajian sehingga tuntas," imbuhnya. 

Karena itu, ia mengimbau agar Badan Pengkajian MPR melakukan kajian secara mendalam terkait rencana amendemen tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement