Ahad 12 Sep 2021 18:19 WIB

Save the Children: Pandemi, Mayoritas Anak Jarang Belajar

Riset menyebutkan 7 dari 10 jarang belajar selama pandemi

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Riset menyebutkan 7 dari 10 jarang belajar selama pandemi. Ilustrasi belajar online
Foto: Edi Yusuf/Republika
Riset menyebutkan 7 dari 10 jarang belajar selama pandemi. Ilustrasi belajar online

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pandemi Covid-19 telah memaksa lebih dari 60 juta anak di Indonesia melakukan pembelajaran jarak jauh sejak Maret 2020 lalu. 

Berdasarkan survei Save the Childen terungkap bahwa mayoritas anak justru jarang belajar selama pandemi Covid-19. 

Baca Juga

Studi Global Save the Children pada Juli 2020 yang dilakukan di 46 Negara khususnya Indonesia menemukan fakta bahwa 7 dari 10 anak mengatakan jarang belajar atau hanya sedikit belajar selama pandemi. 

Hal ini disebabkan beberapa hal seperti terbatasnya ketersediaan materi belajar yang memadai, terbatasnya/tidak memiliki kuota internet, tidak mempunyai gawai, bahkan demotivasi karena sulit memahami pekerjaan rumah dan tidak mendapat bimbingan guru. 

“Studi kami sangat jelas menggambarkan bahwa banyak anak-anak di Indonesia menghadapi kesulitan dalam belajar daring, motivasi belajar menjadi menurun dan ini bisa berpengaruh pada kemampuan literasi dan numerasi anak," kata CEO Save the Children Indonesia, Selina Patta Sumbung, dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id pada akhir pekan ini.

Save the Childen Indonesia memantau mekanisme pembelajaran jarak jauh seperti pembelajaran daring dan melalui televisi dilakukan Pemerintah Indonesia sebagi upaya untuk mengurangi terhentinya pembelajaran. Bahkan muncul kebijakan menyediakan kuota internet agar anak dapat mengakses pembelajaran. 

"Upaya tersebut tak lantas dapat langsung menjawab sepenuhnya tantangan dan permasalahan pembelajaran jarak jauh di Indonesia," ujar Selina. 

Selina mengatakan seluruh pihak perlu mengantisipasi kesulitan belajar yang menjadikan anak-anak kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar. Dia khawatir kondisi ini berdampak pada kurangnya keahlian mereka di saat dewasa untuk bisa berkompetisi di dunia kerja/usaha. "Serta berakhir pada menurunnya kemampuan menghasilkan pendapatan," ucap Selina. 

Save the Childen Indonesia juga mendapati di beberapa wilayah, anak-anak terancam putus sekolah karena harus bekerja atau menikah dini.  

"Tindakan yang sistematis, aman dan inklusif harus segera dilakukan dan menjadi prioritas untuk mendukung pemberian akses pembelajaran bagi semua anak sebagai bagian dari pemulihan yang berkelanjutan," tutur Selina.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement