Ahad 12 Sep 2021 10:33 WIB

Kebohongan Media AS dan Barat Soal Perempuan Afghanistan

AS dan media barat hanya memakai isu perempuan Afghanistan untuk kepentingannya saja,

Seorang perempuan membawa roti Naan di Pasar Kabul,
Foto: cnn.com
Seorang perempuan membawa roti Naan di Pasar Kabul,

IHRAM.CO.ID, Perang di Afghanistan adalah penderitaan yang sangat serius pada semua aspek nilai kemanusian. Dan kini, negara di Asia Tengah itu masuk dalam era pemerintahan baru yang dikuasai Taliban, usai hengkangnya tentara Amerika Serikat pada awal Agustus silam.

Uniknya, setelah tentara Amerika dan sekutunya terusir dari negara itu, pemerintah AS sekutunya serta media milik mereka terus menggelontorkan isu bahwa betapa berbahayanya Taliban. Di antara isu paling utama itu adalah soal perlindungan Taliban kepada perempuan Afghanistan. Mereka masih mengklaim bila merekalah yang sebenarnya melindungi perempuan Afghanistan.

Klaim ini jelas ternyata sekedar lucuan. Hiprokasi (kemunafikan) pemerintah AS dan media barat kemudian bongkar melalui salah satu tulisan opini di Al Jazeera oleh Hebh Jamal. Dia adalah seorang advokat menentang ketidaksetaraan pendidikan, Islamofobia dan pendudukan Palestina.

Dalam artikel yang bertajuk: 'It is time we remember Afghan men are also victims of this war' (Sudah saatnya kita mengingat pria Afghanistan juga menjadi korban perang ini) membuka kedok itu. Secara garis besar dia hanya ingin mengatakan isu soal perlindungan perempuan yang gencar dituduhan media barat itu hanya bualan saja.

 

Sebab, pemerintah AS dan media barat menutup mata atas penderitaan perempuan Afghanistan selama ini. Isu ini misalnya tak muncul ketika Amerika dan Barat mengeroyok Uni Soviet di dekade 1970-an silam. Bahkan mereka menggunakan kelompok yang kemudian menjadi embrio munculnya Taliban sebagai sekutunya.

Sebab, kata Hebh Jamal, faktanya jelas media barat dan pemerintahannya melakukan kesewenang-wenangan. Tak peduli lelaki dan perempuan Afganstan diperlakukan sewenang-wenang dipenjarakan, disiksa dan dibunuh selama beberapa dekade.

Yang paling nyata adalah ketika begitu banyak perempuan Afghanistan menjadi janda yang itu jelas penderitaan terberat bagi mereka. Tapi mereka tak peduli meski selama mereka berperang di Afghanistan melakukan perang yang 'kotor'.

Apa yang mereka lakukan identik ketika mereka dahulu berperang di Vietnam. Amerika -- juga media barat-- menutupi ketidakberdayaanya dengan menciptakan tokoh fiktif yang bernama Rambo. Uniknya dalam salah satu sekuelnya film itu, Rambo memuji-muji kemampuan tempur orang Afghanistan dalam menghadapi pasukan Uni Sovyet. Dunia akhirnya seperti tertutupi matanya bahwa Amerika kalah dalam perang di Vietnam. Kalah memalukan dengan kemampun strategi jendral legenda bersandal karet ban mobil: Ho Chi Minh.

Berikut ini tulisan Hebh Jamal itu:

Ketika dunia menyaksikan Taliban mengambil alih Afghanistan saat Amerika Serikat menyelesaikan penarikan tentaranya dari negara itu, perhatian utama Barat tampaknya adalah apa yang sekarang akan terjadi pada wanita Afghanistan.

“Kembalinya Taliban Mengerikan bagi Wanita”, kata media Atlantik. ”Perempuan di Afghanistan Takut Kembali ke Masa Lalu yang Represif di Bawah Taliban” lapor New York Times. "Afghanistan: Mengapa ada ketakutan besar bagi perempuan" adalah judul untuk cerita Sky News. 

Laporan berita ini bertujuan untuk tidak hanya menciptakan asumsi bahwa Barat benar-benar peduli dengan hak-hak perempuan Afghanistan, tetapi juga menyiratkan bahwa hak-hak perempuan sebenarnya dilindungi di bawah pendudukan Amerika di Afghanistan.

Sementara penderitaan perempuan Afghanistan digunakan untuk menutupi invasi AS ke Afghanistan, laki-laki dan anak laki-laki hampir sepenuhnya dihilangkan dari percakapan arus utama tentang "para korban" perang ini. Bahkan sebaliknya, ada penghapusan sadar kemanusiaan mereka. 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement