Sabtu 11 Sep 2021 04:23 WIB

Kematian Obor: Kusni, Taliban, Hingga Teroris Bahasa Arab

Jangan hirau pada omongan mereka yang bukan aktor politik.

Kusni Kasdut pejuangan kemerdekaan yang tragis.
Foto: Google.com
Kusni Kasdut pejuangan kemerdekaan yang tragis.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Budayawan dan Politisi Senior.

Imam Syafii, Ahmad  Bey alias Mat Be alias Mat Bendot, Bir Ali adalah pejuang 45 yang pada tahun 1950an menjadi jago-jago bilangan Pasar Senen. Kusni Kasdut dan Mat Item Rawa Belong juga pejuang 45 yang kemudian jadi perampok dan pembunuh. 

Sebagai langkah awal pada 1950-an Kusni membunuh Ali Bajened saudagar dan anggota DPRDS Jakarta Raya yang tinggal di kawasan Asem Lama. Lalu Kusni merampok meseum Nasional dan ditangkap. 

Keluar bui perbuatan yang tercela itu ia lanjutkan. Kusni berakhir. Dia berakhir diujung pelor penembak eksekusi hukuman mati.

Begitu juga dengan Mat Item. Dia melakukan berbagai perampokan di daerah sekitar Jakarta Barat dan Tangerang. Pada suatu pagi di tahun 1949 Mat Item lagi asyik-asyiik buang hajat di kali ia disergap Letnan Suhanda dari kesatuan tentara Siliwangi. Mat Item tewas.

Mengapa tragedi ini terjadi pada banyak bekas pejuang? Mungkin karena mereka sulit terima perubahan pasca revolusi. Setiap pasca pergolakan atau revolusi selalu disusul dengan pembangunan tatanan baru masyarakat yang menuntut rakyat meningkatkan kecerdasannya.  Mengingkari formula sosial ini buntutnya terjadi apa yang disebut 'kematian obor'.

Beberapa pegiat 1998 ada juga yang seperti mengalami kematian obor. Bertanya kian kemari kepada orang yang dianggap tahu, kapan terjadinya perubahan? Mereka mau tahu jadwal. Jadwal politik Asia Pacific itu yang tau mungkin cuma Director CIA William Burns dan tentu Joe Biden.

Kalau mereka yang nostalgia berat dengan 1998 mau ikuti perkembangan politik Internasional sekarang harus coplok dulu paradigma dan metode lama. Harus deduktif donk sekarang. Kalau pahami situasi lokal secara induktif dipastikan bakalan kayak gangsing, muter-muteran saja di situ. Mau bahas pernyataan orang parpol atau pengamat yang sebagiannya jenaka, dipastikan mubazir. It's sorry to say, mereka bukan faktor.

Betapa sulitnya memahami perubahan di Imarat Islam Afghan,  tapi masih lebih sulit lagi pahami gejolak politik yang sangat mungkin terjadi sebagai dampak bentrok militer di kawasan Laut China Selatan (LCS).

Bagaimana mungkin mau pahami LCS dan dampaknya bagi negara-negara sekitar kalau orang yang merasa ahli dalam ilmu mata-mata bisa-bisanya hanya menyimpulkan orang yang bisa bahasa Arab patut diduga terorist.

Moga-moga kita tidak tercemplung di kolam dungu. Kata Koes Plus, kolam susu, donk. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement