Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Meliana Aryuni

Pandemi dan Keinginanku

Lomba | Friday, 10 Sep 2021, 00:46 WIB

Sobat, adakah yang sudah bosan dengan pandemi? Dari cerita teman-teman saya, ternyata bukan saya saja yang merasakan kebosanan dengan situasi ini. Wah, kita sama ya! Namun, mau tidak mau kita harus menerimanya. Apalagi berita tentang pandemi menjadi berita yang setiap hari ada dan seakan-akan sudah seperti makanan pokok.

Sumber: republika.co.id

Apakah kebosanan itu wajar? Menurut saya, rasa bosan yang terjadi pada diri kita masih dikatakan wajar karena hampir 2 tahun pandemi menjajah seluruh dunia. Lelahkah kita dengan situasi ini? Bukan hanya lelah, tetapi tidak ada jalan lain, kita harus menerimanya.

Semua yang kita alami selama pandemi harus kita terima dengan keikhlasan hati. Meskipun kita tahu bahwa banyak dampak yang diakibatkan olehnya. Terutama banyak nyawa yang hanya meninggalkan kisahnya. Kesedihan demi kesedihan yang masih saja berlangsung hingga saat ini adalah ujian tersendiri bagi kita.

Dalam menghadapi ujian kesulitan itu, kita harus tahu bahwa ada hikmah atau pelajaran besar yang bisa kita amalkan dalam kehidupan selanjutnya.

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar," (QS.Al Baqarah: 155).

Begitulah, Allah Maha Tahu bahwa cobaan yang berupa kesulitan hidup adalah keberkahan tersendiri bagi orang yang sabar. Kita harus yakin bahwa Allah memberikan ujian kepada seseorang itu karena ingin menaikkan derajat atau ingin memberi peringatan agar tidak terus bermaksiat.

Bila Allah memberikan ujian itu sebagai sebuah peringatan, maka kita harus segera mawas diri dengan melakukan perbaikan. Peringatan dari Allah harus disikapi dengan bijak dengan cara mengintrospeksi diri. Saya yakin, kita sering tidak sadar sering melakukan maksiat, meskipun itu berupa maksiat kecil. Maksiat kecil yang dilakukan terus-menerus, lama-kelamaan menumpuk, dan membesar. Oleh karena itulah Allah bertindak agar kita tidak berkubang dalam kemaksiatan itu. Begitu Maha Pengasihnya Allah terhadap kita telah mengingatkan kita agar keluar dari kemaksiatan itu.

Bagi yang sudah menyadari bentuk kemaksiatan yang telah dilakukannya dan berusaha untuk keluar darinya, maka status keimanannya pun akan meningkat. Pandemi mengajarkan kita agar menambah keimanan kita. Kita harus tetap yakin bahwa Allah telah menetapkan semuanya untuk kebaikan kita.

Lalu, adakah kebaikan pandemi bagi diri kita? Yuk, kita lihat! Sebenarnya banyak sekali yang bisa kita lakukan selama pandemi ini. Ada beberapa hal yang tidak bisa kita kerjakan karena terbatas oleh waktu dan keadaan.

Selama pandemi ini, kita bisa bercengkrama lebih intens bersama keluarga kecil, benar? Meskipun untuk bertemu keluarga besar sangat sulit, bercengkrama dengan keluarga kecil akan memiliki nilai positif bagi diri sendiri. Kita pun bisa berbagi dengan sesama tetangga, meskipun hanya dengan memberi sayuran.

Pandemi memberitahukan kepada kita bahwa menjaga kebersihan dan kesehatan itu sangat penting. Upaya pencegahan yang telah digaungkan pemerintah di berbagai media massa bila kita terapkan akan membuahkan kebaikan.

Dahulu, saya menganggap pandemi seperti penjara, yang membuat saya tidak bisa bebas untuk bepergian. Terutama bepergian untuk mengunjungi kedua orang tua di kampung halaman. Kerinduan kami hanya bila dilepaskan melalui percakapan dan video sesaat. Namun, saya segera sadar bahwa dengan cara seperti itu, sebenarnya saya sudah menjaga keluarga saya. Itu sudah cukup bagi saya mengingat situasi saat ini sangat tidak memungkinkan untuk berjumpa.

Biasanya, setiap akhir tahun pelajaran, saya akan pulang kampung. Jika tidak saat itu, paling tidak saya akan pulang kampung saat Idulfitri. Bila boleh berandai-andai, saya ingin ketika pandemi pergi nanti, saya bisa langsung bertemu dengan kedua orang tua saya. Saya bisa mengunjungi sanak saudara dan mengelilingi kampung halaman.

Saya yakin banyak yang merindukan sanak-keluarga di kampung halaman seperti yang saya rasakan. Namun, sebagian orang tetap bertahan menunggu pandemi berakhir untuk mewujudkannya agar tidak berisiko terhadap penularan virus. Meskipun, masih banyak yang 'ngeyel' untuk pulang selama pandemi. Mereka menganggapan bahwa covid-19 adalah penyakit biasa. Padahal kenyataannya, banyak yang tidak kuat bertahan menghadapi penyakit ini.

Andai pandemi pergi, saya harap itu bukanlah angan-angan semata. Saya harap pandemi memang betul-betul pergi sehingga seluruh manusia bisa bernapas lega. Andai pandemi ini pergi, alangkah indahnya hidup ini.

Andai pandemi pergi, saya bersyukur masih bisa menghirup udara tanpa ketakutan. Saya bersyukur bisa beraktivitas tanpa sak wasangka dengan orang di sekitar. Andai pandemi pergi, saya bersyukur masih bisa beribadah kepada Allah, mengajar mengaji ke masjid tanpa dibatasi dan diberi jarak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image