Kamis 09 Sep 2021 21:12 WIB

Jurnalis Afghanistan Mengaku Dipukuli oleh Taliban

Wartawan tersebut ditangkap ketika meliput aksi protes.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Pasukan Taliban, mengenakan seragam dengan warna bekas Tentara Afghanistan, berjaga di pos pemeriksaan pinggir jalan di Kabul, Afghanistan, 03 September 2021. Taliban pada 02 September, mengatakan mereka telah menyelesaikan konsultasi tentang pembentukan pemerintah tetapi belum memutuskan yang akan memimpin pemerintahan Afghanistan baru yang akan mereka umumkan segera.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Pasukan Taliban, mengenakan seragam dengan warna bekas Tentara Afghanistan, berjaga di pos pemeriksaan pinggir jalan di Kabul, Afghanistan, 03 September 2021. Taliban pada 02 September, mengatakan mereka telah menyelesaikan konsultasi tentang pembentukan pemerintah tetapi belum memutuskan yang akan memimpin pemerintahan Afghanistan baru yang akan mereka umumkan segera.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Dua wartawan Afghanistan mengalami luka memar setelah dipukuli dan ditahan selama berjam-jam oleh Taliban. Mereka dilaporkan dipukuli karena meliput aksi protes di ibu kota Afghanistan, Kabul pada Rabu (8/9).

Dua wartawan tersebut ditangkap dan dibawa ke kantor polisi di Kabul. Menurut pengakuan kedua wartawan itu, selama di kantor polisi mereka dipukuli dengan tongkat, kabel listrik, dan dicambuk. Polisi menuduh kedua wartawan itu mengorganisir aksi protes.

Baca Juga

"Salah satu (pejuang) Taliban meletakkan kakinya di kepala saya, membenturkan wajah saya ke beton. Mereka menendang kepala saya. Saya pikir mereka akan membunuh saya," kata seorang fotografer Nematullah Naqdi, dilansir Ahram Online, Kamis (9/9).

Naqdi dan rekannya Taqi Daryabi, yaitu seorang reporter, yang sama-sama bekerja untuk harian Etilaat Roz ditugaskan untuk meliput aksi protes kecil di depan kantor polisi di Kabul. Aksi protes tersebut dilakukan oleh para perempuan yang menuntut hak atas pekerjaan dan pendidikan. Naqdi mengatakan, dia didatangi oleh seorang pejuang Taliban setelah dia mulai mengambil beberapa foto.

"Mereka bilang, 'kamu tidak boleh mengambil foto'. Mereka menangkap semua orang yang merekam dan mengambil ponsel mereka," kata Naqdi.

Naqdi mengatakan Taliban mencoba mengambil kameranya, tetapi dia berhasil memberikannya kepada seseorang yang berada di antara kerumunan. Pejabat Taliban belum memberikan komentar atas insiden tersebut.

"Mereka melihat kita sebagai musuh. Taliban mulai menghina saya, menendang saya," kata Naqdi, seraya menambahkan bahwa dia dituduh sebagai penyelenggara unjuk rasa tersebut.

Naqdi sempat bertanya kepada pejuang Taliban yang menangkapnya terkait alasan mengapa dia dipukuli. Pejuang Taliban itu hanya menjawab, "Kamu beruntung kamu tidak dipenggal".

Naqdi akhirnya dibawa ke sel yang penuh sesak. Di sel tersebut dia bertemu dengan rekannya, Daryabi, yang juga telah ditangkap dan dipukuli. "Kami sangat kesakitan sehingga kami tidak bisa bergerak," kata Daryabi.

Beberapa jam kemudian, kedua wartawan itu dibebaskan tanpa penjelasan. Namun selama dalam perjalanan, mereka mendapatkan hinaan dari pejuang Taliban.

Taliban mengeklaim, mereka akan menjunjung tinggi kebebasan pers yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Namun kenyataanya, wartawan mendapatkan kekerasan dan pelecehan saat meliput aksi protes di seluruh negeri.

Dalam beberapa hari terakhir, belasan wartawan telah melaporkan bahwa mereka dipukuli, ditahan atau dicegah untuk meliput demonstrasi. Sebagian besar jurnalis lokal Afghanistan, kerap dilecehkan oleh Taliban ketimbang media asing.

Kepala surat kabar Etilaat Roz, Zaki Daryabi, mengatakan, kata-kata Taliban dalam pidato resmi mereka terdengar hampa. Pernyataan mereka sangat berbeda dengan kenyataan di lapangan. "Pidato resmi mereka benar-benar berbeda dari kenyataan yang dapat diamati di lapangan," ujar Daryabi.

Taliban mulai melanggar janji mereka untuk membentuk pemerintahan yang inklusif. Pada Rabu malam, mereka menetapkan larangan aksi demonstrasi. Mereka yang ingin menggelar aksi protes harus mendapatkan izin dari Kementerian Kehakiman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement