Kamis 09 Sep 2021 15:26 WIB

LHKPN tak Akurat, Pakar Singgung Integrasi Sistem

Kejujuran dan transparansi pelapor terkait LHKPN amat penting.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Tingkat kepatuhan LHKPN (Ilustrasi)
Foto: Dok Republika.co.id
Tingkat kepatuhan LHKPN (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Airlangga Dr Maradona menyinggung, pentingnya integrasi sistem lintas sektor terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pernyataannya untuk merespons kabar tak akuratnya LHKPN yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Maradona menyampaikan, penyusunan LHKPN didesain dan didasarkan pada pelaporan masing-masing individu untuk menyebutkan dan melaporkan hartanya. Oleh karena itu, kejujuran dan transparansi pelapor amat penting.

"Akurat atau tidaknya kemudian didasarkan pada seberapa terbuka dan jujur pejabat tersebut menyebutkan berapa kekayaannya," kata Maradona kepada Republika, Kamis (9/9).

Selanjutnya, proses verifikasi atas kebenaran data tersebut menjadi penting. Dia menekankan, agar verifikasi atas LHKPN dilakukan secara terintegrasi.

"Di sini dibutuhkan sistem satu data yang terintegrasi baik dari sistem kependudukan, perbankan, perpajakan, sehingga lalu lintas transaksi dan kepemilikan aset dapat terlacak dan tergambar dengan baik," ujar Maradona.

Maradona pesimis data LHKPN yang diperoleh akan optimal bila tak diiringi integrasi data dari lintas lembaga. "Selama sistem satu data ini belum ada, maka satu-satunya cara mengukur keakuratan LHKPN ya proses verifikasi yang dilakukan ke tim LHKPN KPK terhadap masing-masing laporan," ucap Maradona.

Selain itu, Maradona berharap, LHKPN dapat memberlakukan sistem reward and punishment. Sehingga, mereka yang tak patuh terhadap LHKPN akan mendapat ganjaran.

"Bayangkan berapa ribu pejabat publik di negara ini. Lebih-lebih LHKPN ini secara sistem reward and punishment belum efektif untuk memastikan ketaatan pada kewajiban," tutur Maradona.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan bahwa 95 persen LHKPN penyelenggara negara tidak akurat. Hal tersebut didapati KPK saat melakukan pemeriksaan terperinci terhadap 1.665 penyelenggara negara dari 2018 hingga 2020.

"Secara umum, banyak harta yang tidak dilaporkan. Baik itu tanah, bangunan, rekening bank, maupun investasi lain," kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi LHKPN di Jakarta, Selasa (7/9). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement