DPR Persilakan Pemerintah Ajukan Revisi UU Narkotika

Over capacity menjadi salah satu masalah pokok lapas di Indonesia.

Kamis , 09 Sep 2021, 13:20 WIB
Ketua Harian DPP Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Harian DPP Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) perlu melakukan evaluasi usai terbakarnya Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Tangerang, Banten. Termasuk dalam merevisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang dinilai banyak pihak menjadi penyebab banyak pengguna narkoba dipenjara dan menyebabkan berlebihnya kapasitas lapas.

"Saya pikir hasil kajian mengenai over capacity, kemudian berujung pada masalah UU Narkotika ini silakan dikaji lebih mendalam. Kemudian pemerintah nanti silakan mengajukan (revisi) ke DPR," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (9/9).

Jika pemerintah benar ingin melakukan revisi UU Narkotika, dia meminta, Kemenkumham segera memberikan daftar inventarisasi masalah (DIM) ke DPR. Sembilan fraksi yang ada di parlemen juga dapat segera membuat daftar masalahnya masing-masing.

"Tentunya akan ada daftar inventaris masalah dari DPR, pemerintah, fraksi-fraksi dan itu juga untuk sebuah undang-undang yang berkualitas itu jalannya akan panjang," ujar Dasco.

Meski begitu, dia mengatakan, kapasitas berlebih atau over capacity menjadi salah satu masalah pokok lapas di Indonesia. Untuk saat ini, DPR mendorong agar pihak-pihak terkait menyelesaikan lapas.

"Dengan adanya peristiwa ini marilah kita mengkaji, kemudian membuat opsi-opsi yang paling mungkin. Supaya hal-hal seperti ini tidak terulang lagi," ujar Dasco.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyebut kelebihan kapasitas pada lapas merupakan masalah klasik. Ada satu cara untuk menangani masalah over kapasitas ini.

Salah satunya dengan mendorong revisi Undang-Undang tentang Narkotika. Sebab, kurang lebih 50 persen penghuni lapas merupakan narapidana kasus narkotika.

"Permasalahan kita adalah pelanggaran tindak pidana narkotika yang mewakili lebih 50 persen kapasitas Lapas di seluruh Indonesia. Penanganannya maka ya penanganan narkotika. Saya sudah lama mengajukan revisi Undang-Undang narkotika," ujar Yasonna.