Selasa 07 Sep 2021 20:54 WIB

RUU PKS Diharap Tuntas di Masa Sidang 2021-2022

Panitia Kerja mengaku RUU PKS diubah menjadi RUU TPKS.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Anggota Komisi V DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz menjadi narasumber Talk Show Kaukus Perempuan Parlemen RI di Nusantara V  di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3). Talk Show yang digelar dalam rangka memperingati hari perempuan internasional tersebut mengakat  tema Sinergi Advokasi Pemberdayaan Perempuan untuk Percepatan Pembangunan Desa Tertinggal.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Anggota Komisi V DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz menjadi narasumber Talk Show Kaukus Perempuan Parlemen RI di Nusantara V di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3). Talk Show yang digelar dalam rangka memperingati hari perempuan internasional tersebut mengakat tema Sinergi Advokasi Pemberdayaan Perempuan untuk Percepatan Pembangunan Desa Tertinggal.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Neng Eem Marhamah mengatakan, rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) urgen dibutuhkan untuk melindungi para korban. Ia menginginkan, agar RUU tersebut dapat selesai pada masa sidang DPR 2021-2022.

"Ini adalah penting, urgen, itu sudah pasti. Saya ingin masa sidang sekarang ini tuntas, cuma terkendala di paradigma yang berbeda, akhirnya terjadi perdebatan kembali," ujar Eem di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/9).

Dinamika, kata Eem, terjadi di Baleg karena perlu menyatukan berbagai pandangan dari berbagai anggota. Namun ia melihat, pembahasan RUU PKS terus mengalami kemajuan karena kesamaan pandangan perlunya regulasi tersebut.

"Memang ini dinamikanya masih berlanjut, memang tidak akan mudah, tetapi saya kira teman-teman para aktivis juga mungkin para pemangku kepentingan itu juga harus mengawal," ujar Eem.

Ia menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan korban mendapatkan kekerasan seksual dari pelaku. Salah satunya relasi kuasa, saat seorang pelaku menilai dirinya memiliki kewenangan dan kekuatan lebih terhadap korban.

Salah satu contoh kekerasan seksual yang disebabkan oleh relasi kuasa adalah banyaknya kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang bos kepada pekerjanya. Hal tersebut terjadi karena adanya paradigma si bos memiliki kewenangan penuh terhadap bawahannya.

"Ada juga ternyata bukan ternyata relasi kuasa, misalkan bisa di tempat umum, mereka tidak kenal tetapi ternyata terjadi juga (kekerasan seksual). Adapun relasi kuasa itu lebih ke paradigma, cara pandang," ujar Eem.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) Willy Aditya mengatakan, pembahasan RUU tersebut terus mengalami kemajuan. Pihaknya pun memastikan akan terus menerima pandangan dari semua pihak terkait untuk RUU tersebut.

"Kenyataan bahwa lahirnya judul dan meteri baru ini mendapatkan kritik dari sejumlah kelompok, cukup disadari dan bisa dimaklumi," ujar Willy.

Salah satu kemajuan pembahasannya, ditunjukkan dengan lahirnya draf baru yang diberi judul RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Namun ia mengatakan, nama tersebut barulah usulan yang ada di draf awal.

"Ini artinya, berbagai masukan dan pandangan masih terbuka dalam pembahasan RUU ini di tahap-tahap selanjutnya," ujar Willy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement