Selasa 07 Sep 2021 18:49 WIB

'Perlindungan Korban Kekerasan Seksual Butuh UU Tersendiri'

Komnas Perempuan mencontohkan kasus pelecehan seksual di KPI Pusat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin
Foto: Republika/ Wihdan
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan, perlindungan terhadap korban kekerasan seksual membutuhkan undang-undang tersendiri, yakni rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Menurutnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tak cukup untuk melindungi korban.

"Kita bisa pakai imajinasi, bagaimana kita bisa melindungi seseorang yang mengalami kekerasan seksual di sebuah ruang yang sunyi dengan KUHP,  itu tidak mungkin," ujar Mariana di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/9).

Baca Juga

Ia mencontohkan, kasus pelecehan seksual yang menimpa salah satu pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Menurutnya, korban tak bisa mendapatkan perlindungan hukum dari KUHP.

"Mohon untuk bisa lebih khusus melihatnya. Jadi kalaupun dia tumpang tindih, tapi di KUHP itu misalnya cukup tidak dia untuk bisa membela kasus staf di KPI itu," ujar Mariana.

 

Baleg, diapresiasi karena telah membuat kemajuan dalam pembahasan RUU PKS. Namun ia berharap, RUU PKS tak tumpang tindih dengan undang-undang lain, seperti KUHP dan Undang-Undang tentang Perkawinan.

"Pola (kasus kekerasan seksual) yang kita dapatkan baru kita bisa susun itu sebagai draf atau sebagai calon undang-undang, tapi kalau mapping supaya tidak tumpang tindih itu memang hal yang sangat mungkin dilakukan di awal di draf nol ini," ujar Mariana.

Sementara itu, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Neng Eem Marhamah mengatakan, RUU PKS urgen dibutuhkan untuk melindungi para korban. Ia menginginkan, agar RUU tersebut dapat selesai pada masa sidang DPR 2021-2022.

"Ini adalah penting, urgen, itu sudah pasti. Saya ingin masa sidang sekarang ini tuntas, cuma terkendala di paradigma yang berbeda, akhirnya terjadi perdebatan kembali," ujar Eem.

Dinamika, kata Eem, terjadi di Baleg karena perlu menyatukan berbagai pandangan dari berbagai anggota. Namun ia melihat, pembahasan RUU PKS terus mengalami kemajuan karena kesamaan pandangan perlunya regulasi tersebut.

"Memang ini dinamikanya masih berlanjut, memang tidak akan mudah, tetapi saya kira teman-teman para aktivis juga mungkin para pemangku kepentingan itu juga harus mengawal," ujar Eem.

photo
Daftar 16 RUU Dicabut dari Prolegnas 2020 - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement