Selasa 07 Sep 2021 08:22 WIB

Muslim dan Budaya Jam Karet: Bagaimana dengan Indonesia?

Budaya jam karet dalam masyarakat Muslim

Jam di Masjidil Haram terlihat dari kejauhan. Bahkan jam ini masih terlihat beget jelas dari jarak 7 KM, misalnya dari kawasan Mina.
Foto: Wikipedia
Jam di Masjidil Haram terlihat dari kejauhan. Bahkan jam ini masih terlihat beget jelas dari jarak 7 KM, misalnya dari kawasan Mina.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan Traveler.

Kata 'ngare't seakan lekat dengan budaya Indonesia. Bahkan saking lekatnya sampai sebuah media internasional menelusuri awal mula kata ini digunakan dalam bahasa Indonesia.

Ngaret berasal dari kata dasar “karet” yang bersifat melar atau melonggar. Pada tahap selanjutnya, kata ngaret mengalami perluasan makna menjadi tidak tepat waktu atau meleset dari waktu yang direncanakan.

Seperti umumnya orang Indonesia, saya bukan orang yang 15 menit sebelum waktu yang dijanjikan sudah stand by/berada di tempat. Tapi saya akan berusaha memenuhi janji tepat waktu. Kalaupun terpaksa terlambat, tak lebih dari 5-10  menit dengan pemberitahuan sebelumnya.

Meski orang Indonesia berbudaya ngaret, tapi ternyata kadarnya tidak "separah" orang Mesir. Seumur hidup rasanya saya belum pernah melihat kebiasaan ngaret yang lebih parah ketimbang di Mesir. Setidaknya, itu yang pernah saya temui.

“Maalis –maaf,” adalah kata yang dengan ringan diucapkan sekalipun ngaretnya lebih dari satu jam! Karena bagi orang Mesir, kalimat, "Just a minutes," itu bisa berarti, "Just an hour." 

Sedangkan kata "tomorrow" itu durasinya dari besok sampai tahun depan. Hampir sama dengan kata "dekat-nya" orang Jawa. Jarak semeter atau satu kilometer sama-sama "dekat".

Yang terparah yang pernah saya saksikan adalah sewaktu terbang dari Aswan balik ke Kairo. Pramugari Egypt Air datang terlambat setelah sebagian besar penumpang duduk di kursi pesawat. 

Mbak-mbak cantik itu datang tergopoh-gopoh lengkap dengan koper bawaannya. Lalu mereka sibuk mencari cabin yang masih kosong untuk menyimpan kopernya, baru melayani penumpang. 

Kalau umumnya para pramugari dandanan rambutnya rapi dicepol atau setidaknya diikat klimis, tidak dengan mereka. 

Mungkin karena terlambat dan  terburu-buru, pramugari itu yang satu rambutnya masih dijepit dengan jepit buaya (ah, ibu-ibu pasti mengerti jepit rambut ini), yang satu lagi dibiarkan "riyap-riyap" (saya tidak menemukan padan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia), yang membuat saya rasanya ingin menyodorkan sisir dan karet rambut. 

 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement