Senin 06 Sep 2021 21:29 WIB

Selandia Baru Upayakan Deportasi Pelaku Serangan di Auckland

Pemerintah Selandia Baru sedang berupaya deportasi pelaku serangan pisau di Auckland

Rep: Puti Almas/ Red: Christiyaningsih
Polisi berdiri di luar lokasi serangan pisau di sebuah supermarket di Auckland, Selandia Baru, Jumat, 3 September 2021. Pihak berwenang Selandia Baru mengatakan mereka menembak dan membunuh seorang ekstremis yang kejam setelah dia memasuki supermarket dan menikam serta melukai enam pembeli. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menggambarkan insiden hari Jumat sebagai serangan teror.
Foto: AP/Brett Phibbs
Polisi berdiri di luar lokasi serangan pisau di sebuah supermarket di Auckland, Selandia Baru, Jumat, 3 September 2021. Pihak berwenang Selandia Baru mengatakan mereka menembak dan membunuh seorang ekstremis yang kejam setelah dia memasuki supermarket dan menikam serta melukai enam pembeli. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menggambarkan insiden hari Jumat sebagai serangan teror.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON — Pemerintah Selandia Baru telah berusaha mendeportasi pria yang menjadi pelaku serangan pisau di Auckland dan menyebabkan setidaknya tujuh orang menjadi korban terluka. Keterangan ini disampaikan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.

Pernyataan Ardern datang setelah pengadilan di Selandia Baru mencabut perintah penindakan dan mengizinkan publikasi rincian tentang pelaku. Menurut dokumen pengadilan, pelaku diidentifikasi sebagai Ahamed Aathil Mohamed Samsudeen.

Baca Juga

Samsudeen adalah seorang pria asal Sri Lanka. Ia tiba di Selandia Baru 10 tahun lalu dengan menggunakan visa pelajar dan kemudian mengajukan status pengungsi,yang akhirnya resmi diberikan pada 2013.

Menurut Ardern, pelaku menjadi perhatian dan diawasi oleh polisi serta dinas keamanan Selandia Baru pada 2016 setelah menyatakan simpati terhadap serangan terorisme melalui Facebook. Investigasi yang dilakukan kemudian mengungkap status pengungsi diperoleh secara ilegal.

Dari sana, pihak berwenang memulai proses untuk membatalkan hak Samsudeen untuk tinggal di Selandia Baru. Berdasarkan dokumen pengadilan, pria berusia 32 tahun itu ditangkap di bandara Auckland pada 2017 saat ia dicurigai akan pergi menuju Suriah.

Penggeledahan polisi di rumah Samsudeen saat itu menemukan adanya pisau berburu besar dan materi propaganda yang terkait dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Ia kemudian berada di penjara menghadapi tuntutan pidana, termasuk atas materi kelompok militan tersebut, serta pemberitahuan deportasi pada 2019.

Namun Samsudeen mengajukan banding atas pemberitahuan tersebut. Dia mengatakan kepada pengadilan dirinya akan menghadapi penangkapan, penahanan, penganiayaan dan penyiksaan jika dikirim kembali ke Sri Lanka. Dalam pernyataannya, Ardern mengatakan banding deportasi tidak dapat dilanjutkan sampai setelah persidangan selesai.

“Sementara itu, kami khawatir tentang risiko yang ditimbulkan individu ini kepada masyarakat,” ujar Ardern dalam sebuah pernyataan dilansir Aljazirah, Senin (6/9).

Ardern mencatat para pejabat mengetahui Samsudeen bisa dibebaskan. Termasuk dengan banding yang mungkin menghentikan deportasinya dan akan memakan waktu lama.

Pada tahap itu, Samsudeen telah ditahan selama tiga tahun dan pihak berwenang telah melakukan segala cara untuk menahannya. Ia dibebaskan dengan jaminan pada Juli, tetapi tunduk pada pengawasan ketat pihak berwenang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement