Senin 06 Sep 2021 15:43 WIB

BI Solo Dorong Pengembangan Usaha Syariah di Era Digital

Ada enam sektor pasar Muslim yang sudah masuk dalam ekonomi digital.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Friska Yolandha
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Solo bersama stakeholder ekonomi syariah menyelenggarakan webinar bertajuk 'Kiat Sukses Usaha Syariah di Era Digital', secara daring pada Senin (6/9). Tema tersebut dinilai sangat kontekstual dengan kondisi perekonomian di tengah pandemi Covid-19 yang mengakselerasi adopsi teknologi digital dalam transaksi perekonomian.

Kepala Perwakilan BI Solo, Nugroho Joko Prastowo, mengatakan, adopsi teknologi digital secara luas telah dimanfaatkan pelanggan maupun pelaku usaha di berbagai sektor, termasuk UMKM. Usaha yang dahulu mengandalkan transaksi luring telah beralih ke pemanfaatan platform e-commerce untuk menjangkau pelanggan daring, termasuk segmen pasar Muslim.

Setidaknya ada enam sektor pasar Muslim yang sudah masuk dalam ekonomi digital yakni, keuangan syariah, pendidikan, makanan, fashion, pariwisata, dan farmasi-kosmetik. Melalui e-commerce, semua orang memiliki banyak kesempatan dan peluang yang sama untuk bersaing dan berhasil berbisnis di dunia maya.

"Namun keberhasilannya tergantung pada kreativitas dan inovasi masing-masing pelaku usaha dalam memanfaatkan teknologi digital mulai dari produksi, pemasaran hingga pembayaran lantaran persaingan semakin ketat," terang Nugroho seperti tertulis dalam siaran pers, Senin.

Era digitalisasi juga memberikan tantangan besar tersendiri bagi pelaku usaha di Indonesia, terutama yang ada di wilayah pedesaaan termasuk usaha pesantren. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren, pesantren tidak hanya sebagai penyelenggara fungsi pendidikan dan dakwah, melainkan memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat. Pengembangan usaha juga perlu dilakukan oleh pesantren, dengan tujuan menumbuhkan jiwa kewirausahaan bagi santrinya dan juga masyarakat sekitar.

Dengan demikian, pesantren juga dituntut untuk melakukuan akselerasi adopsi teknologi digital secara luas baik untuk penyelenggaraan pendidikannya maupun dalam mengelola usahanya. Banyak pesantren yang telah berhasil dalam bisnisnya, tetapi umumnya lebih memilih menggunakan pembiayaan mandiri. Sehingga menjadi salah satu penyebab ekonomi syariah belum berkembang.

"Untuk itu, talkshow ini digelar untuk memberikan edukasi dalam rangka mendorong transformasi digital dan pengembangan UMKM dan unit usaha pesantren, termasuk di sisi pembiayaannya," jelasnya.

Webinar tersebut menghadirkan sejumlah narasumber yang kompeten dan ahli di bidangnya untuk turut menyumbangkan pemikiran/ide dalam mendorong UMKM pesantren terus berinovasi memanfaatkan teknologi digital. Di antaranya, Pengurus Pusat Komunitas Tangan Di Atas (TDA), Deputy Funding and Transaction Bank Syariah Indonesia, dan CEO Kimibag Ponpes Al Qohar.

"Diskusi ini diharapkan memberikan motivasi dan inspirasi bagi UMKM syariah maupun nonsyariah, khususnya unit usaha pesantren untuk melakukan transformasi digital dan memanfaatkan pembiayaan syariah sehingga ekosistem ekonomi syariah dapat terakselerasi," kata Nugroho.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement