Sabtu 04 Sep 2021 05:07 WIB

IICSA: Pelecehan Anak terjadi dalam Berbagai Latar Agama

Jutaan anak rentan alami pelecehan seksual di organisasi keagamaan Inggris

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Pelecehan seksual anak (ilustrasi).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pelecehan seksual anak (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID, LONDON – Berdasarkan laporan Penyelidikan Independen terhadap Pelecehan Seksual Anak (IICSA), pelecehan seksual kerap terjadi pada anak-anak dalam berbagai latar agama. Investigasi IICSA memeriksa perlindungan anak di 38 organisasi dan lingkungan keagamaan di Inggris dan Wales, termasuk Saksi-Saksi Yehuwa, Baptis, Metodis, Islam, Yudaisme, Sikhisme, Hindu, Buddha, dan denominasi Kristen nonkonformis.

Organisasi-organisasi tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan jutaan anak. “Yang membedakan organisasi keagamaan dari lembaga lain adalah tujuan eksplisit yang mereka miliki dalam mengajarkan yang benar dan yang salah. Kesalahan moral dari kegagalan mereka dalam mencegah, atau menanggapi pelecehan seksual anak meningkat,” tulis laporan itu.

Laporan yang diterbitkan pada Kamis merinci adanya pelecehan yang meluas. Di antara kasus-kasus itu adalah tiga anak yang dilecehkan oleh Todros Grynhaus, seorang anggota terkemuka komunitas Yahudi Haredi di Manchester. Grynhaus akhirnya dihukum dan dipenjara. Sementara kasus lain menimpa gadis yang berusia sekitar 11 tahun yang diperkosa di sebuah madrasah.

Di Gereja Methodist, seorang gadis dilecehkan oleh sukarelawan. Sang pelaku kemudian mengaku bersalah atas perilakunya. Namun, korban tidak mendapat tanggapan atau dukungan apa pun dari pihak gereja.

Dalam laporannya, IICSA mengungkapkan adanya hambatan dalam mengatasi masalah ini dengan organisasi keagamaan. Menurut IICSA, organisasi keagamaan termasuk menyalahkan korban dibandingkan pelaku. Selain itu, mereka menunjukkan keengganan untuk membahas isu-isu seputar seks, rasa hormat yang berlebihan yang ditujukan kepada para pemimpin agama, dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

IICSA merekomendasikan agar semua organisasi keagamaan memiliki kebijakan perlindungan anak. Langkah ini termasuk adanya perubahan legislatif untuk memungkinkan pengawasan resmi terhadap kebijakan perlindungan anak di lembaga pendidikan yang tidak terdaftar.

Dilansir The Guardian, Jumat (3/9), Ketua IICSA, Alexis Jay, mengatakan organisasi keagamaan ada untuk mengajarkan kebenaran dan melindungi mereka yang tidak bersalah atau rentan. “Ketika kami mendengar adanya kegagalan untuk mencegah dan menanggapi pelecehan seksual anak di hampir semua agama besar, ini menjadi jelas banyak yang terlibat dalam konflik ini,” ujar dia.

Menanggapi laporan IICSA, Gereja Methodist, mengatakan turut menyesal adanya konflik ini. “Kami akan terus meninjau dan meningkatkan dukungan kami kepada para korban dan penyintas. Kami meminta maaf jika hal ini tidak terjadi sebagaimana mestinya,” kata Pendeta, Jonathan Hustler.

Sementara itu Dewan Muslim Inggris, mengatakan perlindungan anak-anak berakar pada tradisi agama dan harus menjadi pusat dari semua institusi Muslim. “Yang terpenting, anak-anak harus merasa percaya diri dalam melaporkan setiap kekhawatiran yang mereka miliki,” kata mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement