Kamis 02 Sep 2021 16:48 WIB

Jateng Alami Deflasi, Purwokerto-Cilacap Inflasi

Laju inflasi secara tahunan di Purwokerto dan Cilacap masih di bawah rentang target.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Yusuf Assidiq
Deflasi (ilustrasi)
Deflasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Kota Purwokerto dan Cilacap mencatat angka inflasi di tengah rata-rata Jawa Tengah yang mengalami deflasi. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, Samsun Hadi menyebutkan, pada Agustus 2021 Kota Purwokerto mengalami inflasi sebesar 0,12 persen  (mtm), sedangkan Kota Cilacap mengalami inflasi 0,06 persen (mtm).

Kondisi ini, berbeda dengan rata-rata indeks harga warga rata-rata di Jateng yang justru mengalami deflasi. Menurut Samsun, rata-rata Jateng mengalami deflasi sebesar 0,01 persen (mtm).

Dijelaskan Samsun, selain Cilacap dan Purwokerto, ada beberapa  kota lain di Jawa Tengah yang mencatat inflasi. Antara lain Kota Surakarta mencatat inflasi 0,09 persen (mtm), dan dan Kudus sebesar 0,15 persen (mtm).

Sedangkan beberapa ko lainnya, mengalami deflasi. Yakni, Kota Tegal yang mencatat deflasi hingga -0,16 persen (mtm) dan Semarang sebesar -0,06 persen (mtm).

Berdasarkan laju inflasi pada Agustus 2021 tersebut, dia menyebutkan, laju inflasi secara tahunan di Purwokerto dan Cilacap, masih di bawah rentang target 3±1 persen. Kota Purwokerto mencatat inflasi tahunan sebesar 1,57 persen (yoy) dan Cilacap 1,41 persen  (yoy).

Menurutnya, angka inflasi tahunan di kedua kota itu cenderung lebih rendah dibandingkan rata-rata historis inflasi tahunan dalam dua tahun terakhir. Untuk Purwokerto, angka inflasi tahunan 2019-2020  tercatat sebesar 1,95 persen (yoy). Sedangkan Kota Cilacap mencatat inflasi tahunan 2019-2020 sebesar 1,54 persen (yoy).

Dijelaskan Samsun,  inflasi Kota Purwokerto dan Cilacap pada Agustus 2021 ini didorong oleh meningkatnya harga komoditas minyak goreng, telur ayam ras dan biaya pendidikan. Selain itu, inflasi juga didorong oleh peningkatan harga rokok kretek filter seiring dengan penyesuaian cukai secara bertahap yang dilakukan oleh produsen.

Di sisi lain, tekanan inflasi untuk lebih tertinggi tertahan oleh penurunan harga pada berbagai komoditas lain. Antara lain penurunan harga komoditas berbagai jenis cabai, daging ayam ras, bawang merah dan emas perhiasan.

Mengenai proyeksi ke depan, Samsun menyebutkan ada berbagai faktor yang akan menjadi pendorong inflasi. Antara lain, potensi perubahan cuaca yang mempengaruhi produksi dan terjadinya fluktuasi harga beberapa komoditas hortikultura.

Kemudian, peningkatan harga komoditas yang ditentukan oleh pemerintah seperti cukai rokok, serta kebijakan pemerintah mengenai subsidi listrik, subsidi PPnBM kendaraan bermotor, dan pelonggaran LTV 100 persen yang diperkirakan akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat.

Namun dia juga menyebutkan, di sisi lain ada beberapa hal yang berpotensi menahan laju inflasi. ''Antara lain masih terbatasnya konsumsi dan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19 yang masih berlanjut,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement