Kamis 02 Sep 2021 12:29 WIB

Jerman Minta Iran Kembali ke Negosiasi Kesepakatan Nuklir

Jerman menilai negosiasi tak bisa dibiarkan tanpa batas waktu.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.
Foto: ap/Planet Labs Inc.
Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID,  BERLIN  -- Jerman memminta pemerintahan baru Iran untuk segera kembali ke pembicaraan tentang pemulihan kesepakatan nuklir. Menurutnya, negosiasi tak bisa dibiarkan tanpa batas waktu.

"Kami telah berulang kali memperjelas posisi kami tentang negosiasi di Wina. Kami mendesak Iran untuk mengambil sikap konstruktif dan kembali ke meja perundingan secepat mungkin," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman Christofer Burger pada konferensi pers mingguan di Berlin, Rabu (1/9), dikutip Anadolu Agency.

Baca Juga

Burger mengatakan, Jerman siap untuk terlibat lagi dalam pembicaraan. “Tapi jendela waktu untuk negosiasi tidak bisa dibiarkan terbuka tanpa batas waktu,” ucapnya.

Pernyataan Burger muncul sehari setelah Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian mengatakan negaranya bisa saja kembali ke pembicaraan kesepakatan nuklir di Wina dalam beberapa bulan lagi. Sebab pemerintahan baru perlu dipersiapkan dan dibentuk.

Iran diketahui baru saja memiliki presiden baru, yakni Ebrahim Raisi. Pada 2015, Iran menyepakati kesepakatan nuklir dengan negara kekuatan dunia, yakni Amerika Serikat (AS), Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, dan Cina. Kesepakatan itu dikenal dengan nama Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

JCPOA mengatur tentang pembatasan aktivitas atau program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, sanksi asing, termasuk embargo terhadap Teheran, dicabut. Namun JCPOA retak dan terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan.

Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu, Iran mulai menangguhkan komitmen yang dibuatnya dalam JCPOA, terutama tentang pengayaan uranium. JCPOA mengatur Iran hanya diizinkan memperkaya uranium hingga 3,67 persen. Iran sempat mengumumkan sedang melakukan pengayaan hingga 60 persen. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi proses tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement