Kamis 02 Sep 2021 11:05 WIB

Afrika Selatan tak Bisa Terima Pengungsi dari Afghanistan

Afrika Selatan sudah menjadi rumah bagi sejumlah besar pengungsi

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Bendera Afrika Selatan.
Foto: EPA
Bendera Afrika Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG — Afrika Selatan mengatakan tidak dapat menerima pengungsi dari Afghanistan. Dalam sebuah pernyataan, pemerintah negara itu menyebut bahwa saat ini tidak dalam posisi menampung orang-orang yang meninggalkan negara tersebut atau yang melakukan perjalanan ke Pakistan.

“Pemerintah Afrika Selatan mencatat tawaran yang dibuat untuk mempertimbangkan menerima sejumlah pengungsi Afghanistan yang mencari perlindungan di Pakistan,” ujar Departemen Hubungan dan Kerjasama Internasional (DIRCO) dalam sebuah pernyataan, dilansir Anadolu Agency, Kamis (2/9).  

Baca Juga

DIRCO mengatakan Afrika Selatan telah diminta untuk mengakomodasi para pengungsi saat melakukan perjalanan. Namun, sayangnya saat ini pemerintah negara itu tidak dalam posisi untuk mengakomodasi permintaan. 

Lebih lanjut, DIRCO mengatakan Afrika Selatan sudah menjadi rumah bagi sejumlah besar pengungsi dan sibuk menangani kebutuhan itu. Lebih lanjut, Afrika Selatan mengatakan bahwa sebagian besar pengungsi yang sudah ditampungnya mendapat manfaat dari program bantuan sosial, termasuk program kesehatan medis gratis. 

“Dalam hal hukum internasional, kesejahteraan para pengungsi paling baik dilayani dengan tetap berada di negara kedatangan pertama, yaitu Pakistan, Zambia menunggu tujuan akhir,” jelas pernyataan DIRCO. 

Uganda dan Kolombia adalah beberapa negara berkembang yang menawarkan suaka sementara kepada pengungsi Afghanistan, sambil menunggu izin untuk menetap di AS dan negara-negara Barat kaya lainnya. Pekan lalu, sebuah pesawat yang membawa 51 warga Afghanistan yang melarikan diri dari negara Asia Selatan itu. 

Baca juga : AS akan Evakuasi Warga dari Afghanistan Lewat Jalur Darat

Taliban bersiap mengambil alih pemerintahan Afghanistan setelah berhasil menguasai Ibu Kota Kabul pada 15 Agustus. Saat itu, pemerintah republik yang dipimpin oleh Presiden Ashraf Ghani menyerah dan melarikan diri. 

Banyak warga Afghanistan yang khawatir bahwa Taliban akan kembali memberlakukan aturan keras seperti di masa lalu dalam hal penerapan syariah atau hukum agama Islam. Selama pemerintahan dipimpin Kelompok ini pada 1996 hingga 2001, terdapat ketentuan bahwa perempuan tidak boleh bekerja, serta adanya hukuman rajam, cambuk, dan gantung yang diberikan. 

Meski Taliban nampak berusaha memproyeksikan wajah lebih modern dengan berjanji akan menghormati hak-hak perempuan dan memberi perlindungan bagi seluruh warga, termasuk warga asing, banyak orang yang masih skeptis, secara khusus para perempuan.

Baca juga : Jimly Harapkan Pemerintah Biasa Saja Terhadap Mural

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement