Rabu 01 Sep 2021 19:26 WIB

Bencana Akibat Perubahan Iklim Tewaskan 2 Juta Orang

Bencana alam akibat perubahan iklim naik lima kali lipat dalam 50 tahun

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
ilustrasi banjir
Foto: pexels
ilustrasi banjir

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- World Meteorological Organization (WMO) mengatakan bencana alam seperti banjir dan gelombang panas yang dipicu perubahan iklim naik lima kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Badan meteorologi PBB itu menegaskan bencana-bencana tersebut telah menewaskan 2 juta orang lebih.

WMO menambahkan bencana yang ditimbulkan perubahan iklim juga telah merugikan 3,64 triliun dolar AS. WMO mengatakan 'Atlas' ini menjadi tinjauan yang paling komprehensif dalam menentukan mortalitas dan kerugian ekonomi yang diakibatkan cuaca, air, dan perubahan iklim ekstrem.

Baca Juga

Pernyataan itu berdasarkan survei pada 11 ribu bencana dari tahun 1979 hingga 2019 termasuk bencana-bencana luar biasa seperti kekeringan di Ethiopia tahun 1983 yang  yang menewaskan 300 ribu orang, serta Badai Katrina tahun 2005 yang mengakibatkan kerugian ekonomi besar 163,61 miliar dolar AS.

Laporan Rabu (1/9) menunjukkan tren bencana semakin cepat. Jumlah bencana meningkat lima kali lipat dari tahun 1970-an hingga dekade terakhir. Hal itu menandakan peristiwa cuaca ekstrem menjadi sering terjadi karena pemanasan global.

WMO mengatakan naiknya jumlah bencana alam yang tercatat disebabkan dua, yakni perubahan iklim dan membaiknya laporan bencana. Kerugian yang diakibatkan bencana alam juga melonjak dari 175,4 miliar dolar AS pada tahun 1970-an menjadi 1,38 triliun dolar AS pada tahun 2010-an. Seperti ketika badai-badai Harvey, Mari dan Irma menghantam AS.

"Meningkatnya kerugiaan ekonomi seiring dengan meningkatnya eksposur, " kata Sekretaris Jenderal WMO Patteri Taalas dalam kata pengantar laporan ini.

Namun, walau bencana alam semakin sering dan merugikan secara ekonomi, tapi angka kematian tahunannya menurun. Pada 1970-an, kematian akibat bencana alam bisa mencapai 50 ribu lebih tapi pada 2010-an menjadi sekitar 18 ribuan. Hal itu menunjukkan perencanaan yang baik berhasil menekan angka kematian. "Membaiknya sistem peringatan multi bencana mengarah pada penurunan angka kematian yang signifikan," kata Taalas.

WMO berharap laporan yang memberi detail di setiap kawasan ini digunakan untuk membantu pemerintah membangun kebijakan melindungi masyarakat dengan lebih baik. Dalam laporan tersebut WMO mengatakan 91 persen dari 2 juta kematian akibat bencana terjadi di negara berkembang.  

WMO mencatat hanya setengah dari 193 negara anggotanya yang memiliki sistem peringatan multi-bencana. Mereka juga mengatakan ada 'ketimpangan yang sangat parah' dalam pemantauan cuaca terutama di Afrika sehingga sistem peringatannya tidak akurat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement