Rabu 01 Sep 2021 15:54 WIB

Indonesia Alami Lebih 741 Juta Serangan Siber Sejak Januari

Indonesia mengatami 40 serangam siber setiap detik.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Dwi Murdaningsih
Serangan siber (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Serangan siber (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengungkap ancaman siber terhadap dunia digital yang diperkirakan saat ini terdiri dari 44 zettabytes data. Johnny mengatakan, di Indonesia, Badan Siber dan Sandi Negara menemukan telah terjadi lebih dari 741 juta serangan siber sejak Januari hingga Juli 2021, atau setara dengan 40 serangan siber per detik.

Johnny menilai pentingnya platform bersama dan berbagi peran antarpemangku kepentingan dalam mengantisipasi ancaman dan serangan siber.

Baca Juga

“Selain serangan siber, ada ancaman lain di internet seperti ujaran kebencian, gangguan informasi, dan banyak lainnya, yang membutuhkan upaya kolektif kita untuk memastikan dunia digital yang aman,” ujar Johnny melalui siaran pers resmi Kemkominfo saat menyampaikan Keynote Speech dalam Pembukaan Forum Tata Kelola Internet Asia Tenggara (SEA IGF) 2021 secara virtual, Rabu (1/9).

Johnny juga mengungkap data Risk Based Security pada tahun 2021, secara global telah terjadi 37 miliar record pada tahun 2020, atau setara dengan 1.173 record per detik. Johnny mengatakan, internet telah memungkinkan semua untuk membuka potensi dan peluang yang tidak terbatas. Meskipun demikian, masih ada tantangan dalam pemanfaatannya.  

Johnny mengutip pernyataan penemu web, Sir Timothy John Berners-Lee, setidaknya ada tiga sumber disfungsional di internet yaitu munculnya niat jahat, pengabaiaan nilai pengguna karena desain sistem dan konsekuensi negatif dari desain yang baik.

"Semua itu hanya bisa diatasi dengan upaya kolektif,” katanya.

Menurut Johnny, dalam World Summit on the Information Society (WSIS-II) tahap kedua tahun 2005, semua pemangku kepentingan sepakat untuk membentuk Internet Governance Forum (IGF) yang dikoordinasikan di bawah United Nations Department of Economic and Social Affairs (UNDESA). IGF berfungsi sebagai platform global bagi negara-negara untuk bertukar pandangan tidak hanya mengenai masalah teknis keamanan siber, tetapi juga tentang adopsi infrastruktur teknologi untuk perbaikan kehidupan manusia.

Johnny mengingatkan tata kelola internet memiliki dinamika dan kecepatan tersendiri. Karena itu, pemerintah harus berbagi tanggung jawab dengan berbagai pemangku kepentingan baik itu komunitas keamanan siber, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan industri.

“Keberagaman pemangku kepentingan mencakup sekeranjang isu yang lebih luas mulai dari infrastruktur teknis, peraturan perundang-undangan, ekonomi, pembangunan, serta hak asasi manusia yang meluas ke berbagai sub-topik terkait penggunaan internet dalam kehidupan kita,” ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement