Rabu 01 Sep 2021 06:51 WIB

Perlunya Penguatan Fiskal-Moneter untuk PEN 2022

Tahun 2022 perekonomian global diproyeksikan akan pulih namun tidak merata

Komite IV DPD RI melaksanakan Rapat Kerja Gabungan Komite IV DPD RI bersama Tim Anggaran Komite I, II, dan III DPD RI dengan Menteri Keuangan RI dan Gubernur BI dalam rangka Pembahasan tentang RUU APBN Tahun 2022 dan RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun 2020.
Foto: DPD
Komite IV DPD RI melaksanakan Rapat Kerja Gabungan Komite IV DPD RI bersama Tim Anggaran Komite I, II, dan III DPD RI dengan Menteri Keuangan RI dan Gubernur BI dalam rangka Pembahasan tentang RUU APBN Tahun 2022 dan RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite IV DPD RI melaksanakan Rapat Kerja Gabungan Komite IV DPD RI bersama Tim Anggaran Komite I, II, dan III DPD RI dengan Menteri Keuangan RI dan Gubernur BI dalam rangka Pembahasan tentang RUU APBN Tahun 2022 dan RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun 2020.

Dalam sambutannya, Ketua Komite IV Sukiryanto yang memimpin Rapat hari ini menyampaikan bahwa Indikator ekonomi makro dan postur makro fiskal yang digunakan Pemerintah dalam RAPBN 2022, terlihat terlalu optimistis. “Jika mencermati LKPP tahun 2020, masih terdapat permasalahan efektivitas transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,” ungkapnya dalam siaran pers, Rabu (1/9).

Baca Juga

Menteri Keuangan yang diwakilkan oleh Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara yang hadir virtual memaparkan Perkembangan Perekonomian Terkini dan Proyeksi Tahun 2022. Tahun 2022 perekonomian global diproyeksikan akan pulih namun tidak merata, dan Negara (maju) dengan vaksinasi tinggi dan menjaga penularan Covid-19 rendah akan memiliki kesempatan pulih lebih cepat dan tinggi, kata Suahasil. Menurutnya kondisi ini menimbulkan dampak kebijakan yang kompleks akibat normalisasi (tappering).

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti yang mewakili Gubernur Bank Indonesia dalam Raker dengan Komite IV, secara virtual menyampaikan paparannya terkait Perekonomian terkini dan bauran kebijakan BI untuk Pemulihan Ekonomi Nasional. Seluruh instrumen bauran kebijakan Bank Indonesia yakni moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, berkoordinasi erat dengan Pemerintah dan KSSK.

Dalam Raker dengan Komite IV ini, Destry juga menyampaikan bahwa BI telah menurunkan Suku bunga kebijakan sebanyak enam kali sejak 2020 sebesar 150 bps menjadi 3,50 persen. “Ini adalah terendah dalam sejarah," paparnya.

Menanggapi paparan dari Mitra Kerja, Ajiep Padindang, Senator asal Sulawesi Selatan menyoroti mengenai DAU yang tidak final. Mohon agar Pemerintah dapat memberikan kepastian kepada daerah atas penerimaan DAU mereka. Selain itu, Ajiep juga meminta pemerintah agar mencantumkan Dana Kelurahan di dalam RUU APBN 2022.

Wakil Ketua Komite IV, Novita Annakota menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah terhadap konsistensi alokasi anggaran tentang Pendidikan. “Kami berharap bahwa dengan alokasi yang konsisten itu harus tepat sasaran karena pendidikan merupakan sektor sangat penting untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia," ujarnya.

Namun demikian Novita juga menanyakan terkait anggaran infrastruktur yang lebih besar dari anggaran kesehatan. Padahal saat ini kesehatan seharusnya menjadi prioritas penanganan karena masih adanya pandemi.

Ajbar, senator asal Sulbar sangat tegas menyoroti adanya SILPA tahun 2020 yang sangat tinggi, mencapai Rp 245,6 triliun padahal tahun 2020 seharusnya bisa digunakan dalam penanganan Covid-19. Hal lain yang menjadi perhatian Ajbar adalah mengenai utang Pemerintah.

“Bagaiman kondisi utang kita saat ini, jangan sampai Republik ini tidak mampu membayar utang," kata Ajbar.

Sementara terkait dengan RAPBN 2022, Senator asal Sumsel Arniza Nilawati, mengatakan jika dilihat dari sisi rencana pendapatan, beberapa tahun terakhir targetnya tidak tercapai, untuk itu diperlukan pengawasan khusus.

Senada dengan Ajbar, Senator asal Lampung Abdul Hakim juga mempertanyakan mengenai utang pemerintah. “Bagaimana upaya pemerintah dalam membayar utang dan dari mana sumber pembiayaannya?" tanya Abdul Hakim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement