Selasa 31 Aug 2021 16:09 WIB

Jual Beli Jabatan Bukti Kesadaran Mengabdi Pejabat, Rendah

Jual beli jabatan memang salah satu godaan yang kerap mengiming-imingi kepala daerah.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus Yulianto
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari berrsama suaminya yang merupakan anggota DPR RI Hasan Aminuddin dihadirkan pada konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (31/8) dini hari. KPK menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suamiya Hasan Aminuddin serta 20 orang lainnya sebagai tersangka atas kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo, Jawa Timur Tahun 2021. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari berrsama suaminya yang merupakan anggota DPR RI Hasan Aminuddin dihadirkan pada konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (31/8) dini hari. KPK menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suamiya Hasan Aminuddin serta 20 orang lainnya sebagai tersangka atas kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo, Jawa Timur Tahun 2021. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat Politik Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdus Salam, menanggapi terkait masih maraknya fenomena jual beli jabatan di daerah, khususnya Jawa Timur. Sepanjang 2021, KPK menangkap Bupati Nganjuk dan Probolinggo yang tersandung tindak pidana korupsi berupa jual beli jabatan kepala dan perangkat desa.

Surokim membeberkan, jual beli jabatan memang salah satu godaan yang kerap mengiming-imingi kepala daerah. Apalagi, kesadaran pejabat publik untuk mengabdi masih cukup rendah. 

"Belum ada kesadaran ke arah itu untuk menjaga ruang pengabdian publik dan masih mudah untuk tergoda dengan jual beli kekuasaan," ujarnya, Selasa (31/8).

Surokim menilai, kesadaran pejabat publik untuk bersikap mulia dan menjaga kehormatan atas amanah jabatan masih minimalis dan lips service. Mayoritas belum sampai pada tahap aksi untuk bisa memuliakan dan menjaga kehormatan jabatan. Sehingga masih mudah tergoda menggunakan jabatan untuk memperkaya materi. 

"Situasi ini jelas menyedihkan kita semua bahwa etika jabatan masih belum terinternalisasi dalam sanubari pejabat publik kita. Situasi ini menunjukkan bahwa pejabat publik kita masih banyak yang belum bisa lulus ujian kehortamatan sehingga jebol lah pertahanan untuk memuliakan dan menjaga kehormatan jabatan," ujarnya.

Surokim juga menyoroti destinasi politik di Probolinggo, yang menurutnya, sudah terlalu lama. Bupati Probolinggo, Puput Tantrian Sari sudah memasuki jabatan periode kedua. Dia meneruskan jejak suaminya Hasan Aminuddin yang sebelumnya merupakan Bupati Probolinggo dua periode.

"Sehingga bisa menjadi kuasa absolute tadi jadi mudah corrupt, tidak lagi ada pertahanan seolah-olah publik tidak akan mengawasinya karena kekuasaan yang sangat-sangat besar absolut tadi," kata dia.

Surokim menurutkan, penting bagi publik juga menyadari bahwa kekuasaan itu patut dibatasi. Artinya, tidak boleh dibuat turun temurun kendati itu absah melalui Pemilu. Sebab politik dinasi berpotensi memelihara politik kroni dan akan melemahkan fungsi kontrol dan keseimbangan. 

"Dan kekuasaan cenderung menjadi transaksional dan dilakukan dengan sesukanya ugal-ugalan seolah publik tidak ada," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement