Selasa 31 Aug 2021 14:46 WIB

Pengusaha Tolak Rencana Kenaikan Pajak UMKM 1 Persen

Banyak ketentuan yang saat ini membuat usaha kecil yang sudah terpuruk sulit bangkit.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pekerja mengemas teh kayu bajakah sebelum dipasarkan melalui pasar digital di salah satu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Desa Suak Puntong, Kuala Pesisir, Nagan Raya, Aceh, Sabtu (28/8). Sejumlah asosiasi pengusaha kelas UMKM menolak draft Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang akan menaikkan besaran tarif untuk pajak penghasilan (Pph) UMKM.
Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Pekerja mengemas teh kayu bajakah sebelum dipasarkan melalui pasar digital di salah satu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Desa Suak Puntong, Kuala Pesisir, Nagan Raya, Aceh, Sabtu (28/8). Sejumlah asosiasi pengusaha kelas UMKM menolak draft Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang akan menaikkan besaran tarif untuk pajak penghasilan (Pph) UMKM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah asosiasi pengusaha kelas UMKM menolak draft Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang akan menaikkan besaran tarif untuk pajak penghasilan (Pph) UMKM. Di tengah situasi pandemi, para asosiasi menilai kebijakan tersebut tidak tepat lantaran banyak UMKM tengah menghadapi kesulitan keuangan.

Ketua Umum Jaringan Usahawan Independen Indonesia (Jusindo), Sutrisno Iwantono, menjelaskan, dalam RUU KUP, pemerintah berencana untuk menerapkan Pph minimum sebesar 1 persen dari peredaran bruto. Ia meminta agar ketentuan tersebut tidak diberlakukan bagi UMKM.

"Kami menolak ketentuan ini. Kami meminta agar UMKM tetap dikenakan Pph Final 0,5 persen dari total penjualan atau omzet bruto tahunan," kata Sutrisno dalam konferensi pers, Selasa (31/8).

Lebih lanjut, pihaknya juga mengusulkan agar batas besaran penjualan omzet bruto tahunan yang dikenakan pajak dinaikkan dari sebelumnya Rp 4,8 miliar menjadi Rp 15 miliar. Menurut dia, kriteria tersebut selaras dengan Undang-Undang Cipta Kerja.

Pertimbangan tersebut, kata dia, lantaran angka Rp 4,8 miliar sudah berlangsung hampir 10 tahun. Karena itu, diperlukan penyesuaian akibat inflasi dan perkembangan ekonomi.

Sutrisno menjelaskan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi UKM mengamanatkan sejumlah kemudahan bagi UMKM dalam berusaha.

Di mana disebutkan UMKM diberi kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Selain itu, UMKM tertentu dapat diberi insentif pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Oleh sebab itu, ie menilai agar kebijakan pemerintah semestinya mendukung perkembangan UMKM terlebih di tengah situasi saat ini.

"Kami merasa ada ketentuan-ketentuan yang membuat usaha kecil yang saat ini sudah terpuruk menjadi semakin tidak bisa bangkit," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement