Selasa 31 Aug 2021 10:05 WIB

Kerangka Kerja Biodiversitas Pasca-2020 untuk Kehidupan Baru

Post 2020 Global Biodiversity Framework akan menjadi standar keberlangsungan hidup.

Menteri LHK Siti Nurbaya ketika menjadi salah satu pembicara dalam acara PreCOP Biodiversity 2021 – High Level Political Forum atas undangan Pemerintah Kolombia.
Foto: Kementerian LHK
Menteri LHK Siti Nurbaya ketika menjadi salah satu pembicara dalam acara PreCOP Biodiversity 2021 – High Level Political Forum atas undangan Pemerintah Kolombia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi Indonesia, Post 2020 Global Biodiversity Framework (GBF) akan menjadi standar keberlangsungan hidup. Demikian pernyataan penting Menteri LHK Siti Nurbaya ketika menjadi salah satu pembicara dalam acara PreCOP Biodiversity 2021 – High Level Political Forum atas undangan Pemerintah Kolombia.

Kegiatan ini diselenggarakan secara virtual pada Senin (30/8) dalam rangkaian kegiatan Third Open Ended Working Group on Post 2020 Global Biodiversity Framework, dipimpin oleh Presiden Kolombia, Ivan Duque Marquez. Pertemuan ini diikuti oleh empat Kepala Negara dan 15 Menteri bidang lingkungan hidup dan kehutanan serta berbagai pemimpin entitas PBB dan lembaga internasional pemerhati keanekaragaman hayati.

Baca Juga

"Sebagai rumah bagi lebih dari 490 ribu spesies di 19 tipe ekosistem dengan 74 tipe vegetasi, Indonesia mendukung langkah-langkah perundingan kerangka kerja biodiversitas yang sedang berlangsung. Indonesia menempuh tiga pilar sesuai tujuan Konvensi Keanekaragaman Hayati, yaitu konservasi, pemanfaatan berkelanjutan, akses dan pembagian yang adil serta seimbang atas sumber daya genetik," ujar Menteri Siti, dikutip dari laman resmi Kementeria Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pertemuan ini bertujuan untuk mempromosikan kerangka kerja global biodiversitas, integrasi dengan sektor produktif, pengembangan aliansi dan koalisi untuk keanekaragaman hayati dan pemulihan lingkungan, serta indikasi dukungan finansial dan kemitraan untuk pola pola baru secara global.

 

Lebih lanjut, Menteri Siti menekankan tiga poin penting yang diperhatikan pada forum tersebut yaitu bahwa target global harus terukur dan fleksibel, ada keseimbangan antara target dan perangkat pendukung pelaksanaannya, serta nilai minimum untuk semua target dan indikator yang dapat dimonitor, untuk dapat dicapai oleh negara-negara di dunia.

 

Dirjen KSDAE, Wiratno, yang mendampingi Menteri LHK, pada Selasa dini hari menyampaikan beberapa capaian signifikan yang telah dilakukan Pemerintah. Sebagai contoh, pada tingkat ekosistem, Pemerintah berhasil mempertahankan 51 juta hektare kawasan lindung, yang mencakup lebih dari 28 persen area daratan Indonesia, termasuk di dalamnya 1.4 juta hektare areal bernilai konservasi tinggi pada wilayah konsesi swasta.

Indonesia cukup berhasil dalam kerja konservasi seperti tercatat bahwa lebih dari 270 lokasi monitoring, yang antara lain di TN Gunung Leuser, TN Way Kambas, Kabupaten Aceh Timur, Kutai Barat, dan Kalimantan Timur, hingga tahun ini telah terpantau peningkatan  populasi dari 25 jenis satwa prioritas yang terancam punah, seperti Jalak Bali, Banteng, Badak Jawa, Owa Jawa, dan Elang Jawa. KLHK juga telah berhasil melepasliarkan lebih dari 200 ribu satwa tahun 2020.

Selain itu, pada level genetik, KLHK terus berupaya mempromosikan bioprospeksi sumber daya genetik Indonesia untuk ketahanan pangan dan kesehatan, seperti pemanfaatan Candidaspongia sebagai anti kanker dan gaharu sebagai bahan disinfektan, yang permintaannya semakin meningkat selama pandemi Covid-19.

"Hasil kerja yang penting dalam integrasi yang harmoni antara biodiversitas dan sektor-sektor produktif bagi kemajuan negara," katanya.

 

PreCOP Biodiversitas 2021 ini dilaksanakan menyongsong Agenda COP 15 Konvensi Keanekaragaman Hayati di Khunming, China yang akan dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu secara daring pada 11-13 Oktober 2021 dan secara tatap muka pada 25 April-8 Mei 2022.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement