Senin 30 Aug 2021 21:04 WIB

Kajian Hukum Tata Negara Perlu Diperluas

Adab maupun etika perlu dikembangkan di Indonesia melalui kajian hukum tata negara.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Prof Dr Jimmly Asshiddiqie
Prof Dr Jimmly Asshiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guru Besar Hukum Tata Negara FH UI, Prof Jimly Asshiddiqie mengatakan, disrupsi terjadi dalam semua bidang dan berpengaruh kepada semua sisi kehidupan, termasuk hukum tata negara. Bila tidak mengikuti perubahan, maka akan tertinggal.

Ia melihat, studi hukum tata negara saat ini cenderung domestik orientik hanya membicarakan urusan dalam negeri. Padahal, sesungguhnya ketentuan dari konstitusi berasal dari luar karena terkait dengan ide-ide yang berkembang di luar negeri.

Jimly menyebutnya sebagai transplantasi konstitusional. Hukum itu dipersempit sampai tidak boleh dipengaruhi pengaruh lain. Pada abad 21 ini, ada kebutuhan sistem etika berbangsa dan bernegara yang harus dikembalikan ke norma.

"Padahal, UUD 1945 bukan hanya sumber hukum tertinggi tapi sumber etika tertinggi," kata Jimly saat mengisi kuliah umum yang dilaksanakan Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Senin (30/8).

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI pada periode 2003-2008 itu menekankan, cabang ilmu yang harus mengembangkan ide ini tidak lain hukum tata negara. Adab maupun etika juga perlu dikembangkan di Indonesia melalui kajian hukum tata negara.

Seiring perkembangan di negara-negara dunia, akademisi perlu mengembangkan kajian hukum tata negara yang bersifat luas. Dalam tataran akademik perlu pengembangan metodologi berdasarkan model perbandingan konstitusi dengan negara-negara lain.

"Ini penting untuk memahami konstitusi dengan merujuk kepada pasal-pasal yang memiliki norma-norma konstitusi," ujar Jimly.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement