Senin 30 Aug 2021 07:23 WIB

Legislator Enggan Debatkan Badan Peradilan Khusus

Guspardi mengatakan badan peradilan khusus tersebut sebaiknya bersifat ad hoc.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus.
Foto: Dok DPR
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, enggan memperdebatkan lagi terkait penting tidaknya badan peradilan khusus tersebut. Sebab, hal itu sudah tertuang di dalam di undang-undang.

"Kalau undang-undang kan untuk dilaksanakan, persoalan nanti apakah ini bagaimana statusnya apakah bersifat ad hoc atau bagaimana dan sebagainya tentu juga berdampak masalah anggaran kan gitu," kata dia kepada Republika, Ahad (29/8).

Baca Juga

Karena itu, ia meminta pemerintah segera mengeksekusi amanat sebagaimana tertuang dalam pasal 157 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah (pilkada). "Kalau memang Undang-Undang 10  Tahun 2016 mengamanahkan negara untuk membentuk peradilan khusus, tentu bapak mendorong agar sebelum pelaksanaaan pilkada itu peradilan khusus sudah terbentuk," kata Guspardi. 

Guspardi menjelaskan selama ini penyelesaian perselisihan pemilu dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika nantinya badan peradilan khusus tersebut dibentuk maka MK tak lagi menangani sengketa pilkada.

"Sehingga MK bisa lebih fokus lagi menangani hal-hal yang diluar masalah sengketa pilkada," ujarnya.

Namun, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut memandang badan peradilan khusus tersebut sebaiknya bersifat ad hoc. Sebab, menurutnya, jika bersifat permanen dikhawatirkan membutuhkan anggaran yang besar.

"Padahal Pilkada itu nantinya kan sekali lima tahun jadi memformat lembaga inilah yang perlu dicermati disamping perlu diwujudnya karena ini sudah merupakan amanah dari undang-undang dan juga perlu disiasati tugas dan tanggung jawab terhadap, kan hanya dalam ranah sengketa pilkada, kalau hanya sekedar masalah sengketa pilkada tentu bersifat ad hoc," terang anggota baleg DPR tersebut.

Selain itu perlu juga ditegaskan bahwa meskipun badan peradilan khusus tersebut bersifat ad hoc, tetapi keputusan yang dihasilkannya bersifat final dan mengikat seperti putusan MK. Waktu penyelesaian sengketa pilkada yang ditangani juga harus dibatasi supaya ada kepastian hukum.

"Sehingga siapa yang ditetapkan sebagai pemenang dan lain sebagainya jadi pengadilan pertama dan terakhir dan bersifat mengikat dan tidak perlu ada banding kasasi dan lain sebagainya ke Mahkamah Agung, sama dengan yang di MK ini," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement