Ahad 29 Aug 2021 15:57 WIB

Masyarakat Inggris Bahu Membahu Bantu Pengungsi Afghanistan

Ajakan menyumbang masyarakat Inggris diunggah di media sosial Facebook

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel, tengah atas, berbicara dengan seorang pengungsi dari Afghanistan yang tiba dengan penerbangan evakuasi di Bandara Heathrow di London, Kamis 26 Agustus 2021.
Foto: AP/Dominic Lipinski/Pool PA
Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel, tengah atas, berbicara dengan seorang pengungsi dari Afghanistan yang tiba dengan penerbangan evakuasi di Bandara Heathrow di London, Kamis 26 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Suara bel pintu Lucie Dennis tidak berhenti berdering, sekitar 50 kotak kardus Amazon datang. Kotak-kotak itu bukan hasil belanja daring tapi berisi donasi masyarakat Inggris yang ingin membantu pengungsi Afghanistan yang meninggalkan negaranya setelah Taliban merebut ibu kota Kabul.

Lucie mengelola organisasi kemanusiaan Help to Make Tummies Full yang memberi makan anak-anak kurang mampu di Inggris. Ibu tiga orang anak itu memutuskan untuk membantu pengungsi Afghanistan setelah melihat berita krisis di negara Timur Tengah tersebut bulan ini.

Baca Juga

Sejauh ini, ia sudah menerima lebih 2.000 poundsterling donasi berupa kebutuhan anak-anak di rumahnya di Walsall. Donasi itu cukup untuk membuat 48 paket ransel untuk anak-anak Afghanistan yang kini tinggal di tempat pemukiman sementara.  

Lucie sudah memiliki daftar usia dan gender, ia membuat tas paket buatan tangan. Semua berisi kaus kaki, pakaian dalam dan barang-barang lain seperti buku mewarnai, pensil, alat mandi, sabun dan pasta gigi.

"Setiap tas berbeda," katanya pada BBC, Ahad (29/8).

"Beberapa orang membuat ransel paket mereka sendiri, yang lainnya memberi banyak barang untuk kami dan yang lainnya dari daftar permohonan Amazon, setiap kali saya cek daftar itu sudah dibeli," kata Lucie.

Ajakan menyumbang yang diunggah di media sosial Facebook mendorong banyak orang memberikan donasi. Fahim Zazai yang juga mengelola kampanye donasi di Walsall, sangat senang dengan respon untuk membantu para pengungsi Afghanistan. "Sudah sangat baik, sangat positif, banyak orang merespon dengan sangat cepat dan positif," katanya.

Fahim mengelola Pusat Komunitas dan Kesejahteraan Afghanistan di Kota West Midlands. Ia datang ke Inggris dari Afghanistan lebih 20 tahun yang lalu. Saat itu ia benar-benar sendirian dan tidak bisa berbahasa Inggris. Kini pria 42 tahun itu membantu orang-orang yang melakukan perjalanan yang sama.

"Saya datang ke sini tanpa apa-apa, saya tahu betapa sulitnya datang ke sini tanpa bisa bahasanya, tidak punya teman, tidak memiliki bantuan, saya membantu keluarga-keluarganya baru tiba," katanya.

Kini ayah empat orang anak itu mengajak masyarakat memberi donasi seperti pakaian, barang-barang kebutuhan rumah tanggan seperti piring dan garpu serta mainan. "Apa yang mereka terima tidak cukup, kami meminta barang-barang tertentu karena sering mereka hanya datang dengan pakaian yang dikenakan," kata Fahim.

Jayne Moorby kerap menjadi sukarelawan Furness Refugee Support. Saat Taliban menguasai Afghanistan, perempuan berusia 44 tahun itu tergerak menyumbang ke organisasi lain, Care4Calais yang mengumpulkan barang untuk dibagikan ke pengungsi yang baru tiba di Manchester baru-baru ini.

Ia mengunggah donasinya ke media sosial yang terdiri spidol, sabun, pasta gigi dan barang-barang lainnya."Tidak ada yang memilih menjadi pengungsi, bila kami berada di posisi itu saya berharap mendapatkan kebaikan dan bantuan untuk membangun kehidupan baru," katanya.

Manager pemasaran itu mengatakan impresi pertama yang harus diberikan Inggris adalah 'pesan menyambut'. "Sebenarnya sudah sangat baik di media sosial dan sejak saya mencicitkan foto itu, betapa banyak orang yang mengatakan ingin menyumbangkan pakaian atau uang," Moorby.

"Saya hanya ingin para pengungsi tahu ada orang-orang yang menyambut dan membantu mereka," katanya.

Pensiunan pekerja sosial Annie Mellor menyewakan sebuah ruangan di rumahnya di Plymouth yang ia tempati bersama suaminya Pete di Airbnb. Ketika krisis Afghanistan terjadi ia mulai mengeksplorasi cara untuk menggunakan ruangan itu untuk membantu.

Perempuan 65 tahun itu awalnya menyewakan ruangan tersebut untuk mahasiswa Afghanistan yang belajar di universitas setempat. Tapi setelah ia menemukan tidak ada warga Afghanistan di sana ia mengubah rencananya.

Airbnb menawarkan membayar akomodasi bagi 20 ribu pengungsi Afghanistan. Penawaran itu terbuka bagi siapa pun yang ingin berbagi ruangan dengan para pengungsi.

"Putra saya bekerja di (organisasi non-pemerintah) di Afghanistan, bekerja dalam pemberdayaan perempuan di sana, ketika ia bekerja di sana saya melihat dan bom meledak di depan rumahnya dan saya sadar perempuan Afghanistan mengalami massa yang sangat buruk," katanya.

"Kami memiliki Airbnb di rumah kami, sehingga mereka bisa makan dan berbagi dengan, tapi mereka memiliki pintu masuk dan kamar mandi sendiri, bila kami tidak mendapatkan seseorang dari Afghanistan kami akan mulai cari dari tempat lain, Suriah memiliki situasi yang sama," kata Mellor.

Louisa Whitehead bekerja untuk Charity Aid Recycling Enterprise atau Care UK di North West. Ia membantu pengungsi dan pencari suaka mencari tempat tinggal sementara.  

Kini pengungsi Afghanistan segera mendapatkan tempat tinggal dari skema pemukiman pemerintah Inggris. "Bagi mereka pekerjaan dan perumahan dapat segera ditemukan," kata perempuan 53 tahun itu.

Ia menambahkan satu keluarga datang bersama-sama secara utuh. Louisa baru saja mengunjungi warga Afghanistan yang baru tiba di Inggris pekan lalu. Ia bergabung dengan sukarelawan, seorang pria yang melarikan diri dari Taliban 20 tahun lalu yang fasih berbahasa Farsi.

"Dia sangat bersikeras untuk pergi dan karena ia ingin memberitahu para pengungsi 'sudah tidak apa-apa, tidak perlu takut pada mereka', untuk melihat wajah mereka ketika ia berbicara bahasa mereka," kata Lucia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement