Legislator Kritik Penggunaan Booster Bagi Pejabat

Kemenkes harus segera mengevaluasi terkait distribusi dan pelaksanaan booster vaksin.

Jumat , 27 Aug 2021, 09:40 WIB
Vaksinator menyiapkan vaksin dosis ketiga atau booster  untuk tenaga kesehatan di RSUD Matraman, Jakarta Timur, Jumat (6/8/2021). Pemerintah menargetkan pemberian dosis ketiga kepada tenaga kesehatan rampung pada pekan kedua Agustus 2021.
Foto: ANTARA/ Fakhri Hermansyah
Vaksinator menyiapkan vaksin dosis ketiga atau booster untuk tenaga kesehatan di RSUD Matraman, Jakarta Timur, Jumat (6/8/2021). Pemerintah menargetkan pemberian dosis ketiga kepada tenaga kesehatan rampung pada pekan kedua Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani, mengkritisi adanya pengakuan sejumlah pejabat yang telah disuntikan booster vaksin. Menurutnya penggunaan booster vaksin oleh para pejabat tersebut dinilai tidak tepat sasaran dan sebagai tindakan curi start yang tidak bertanggung jawab.

"Booster vaksin disiapkan hanya untuk nakes yang sudah banyak berguguran dalam tugasnya. Jika ada pihak yang bukan nakes mengaku telah disuntikkan booster,  itu namanya tindakan curi start yang tidak bertanggung jawab.  Pelanggaran ini seharusnya  segera ditindak," kata Netty dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Jumat (27/8).

Menurutnya pemerintah harus bersikap tegas dengan mengusut masalah ini agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan wewenang dan otoritas. Ia menuturkan, Kemenkes harus segera melakukan evaluasi terkait distribusi dan pelaksanaan booster vaksin di lapangan. 

"Jangan salahgunakan wewenang yang membuat  rakyat marah. Untuk dapat vaksin reguler, rakyat harus rela antre berjam-jam, sementara ada pihak yang tidak berhak malah sudah mendapatkan booster dengan cara mudah," ujarnya. 

Politikus PKS tersebut menambahkan, pemerintah jangan memberi contoh buruk pada rakyat dengan membuat surat edaran dan kemudian melanggarnya sendiri. Ia mengatakan, pemberian booster vaksin hanya untuk nakes merupakan langkah tepat. "Pengadaan booster dan proses pelaksanaannya harus menjadi prioritas dalam refocusing anggaran negara. Para nakes adalah pejuang yang berhadap-hadapan langsung dengan pasien Covid-19," paparnya.

Oleh karena itu, semua pihak harus bisa menahan diri, karena masih banyak rakyat yang belum mendapat vaksin.  "Anggaran negara terbatas, sementara kebutuhan pengadaan vaksin dan pelaksanaannya membutuhkan biaya sangat besar. Rakyat masih banyak yang harus sabar menanti jatah vaksin reguler. Jadi, kasus penyalahgunaan booster vaksin seperti ini mencederai hati rakyat. Di mana letak keadilan sosial bagi seluruh rakyat?" katanya.