Jumat 27 Aug 2021 08:17 WIB

Memori tentang KH Ahmad Dahlan di Majalah Pandji Masjarakat

KH Ahmad Dahlan dikenal sebagai pembaharu Islam.

Memori tentang KH Ahmad Dahlan di Majalah Pandji Masjarakat. KH Ahmad Dahlan dengan para siswa di Langgar Kidul Kauman, Yogyakarta. Di sini para haji sekaligus lulusan sekolah di Makkah dan merupakan abdi dalem kraton menjadi pelopor pergerakan Islam moderen.
Foto: pinteresr.com
Memori tentang KH Ahmad Dahlan di Majalah Pandji Masjarakat. KH Ahmad Dahlan dengan para siswa di Langgar Kidul Kauman, Yogyakarta. Di sini para haji sekaligus lulusan sekolah di Makkah dan merupakan abdi dalem kraton menjadi pelopor pergerakan Islam moderen.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Yuanda Zara, Staf pengajar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta

KH Ahmad Dahlan tak hanya dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah, tetapi juga sebagai salah satu perintis majalah Islam tertua di Indonesia yang masih eksis hingga kini, Suara Muhammadiyah. Bersama Haji Fachrodin, ia membangun dan mengembangkan majalah resmi persyarikatan ini sejak tahun 1915.

Baca Juga

Sebagai anggota redaksi paling awal di majalah ini (bersama dengan H.M. Hisjam, R.H. Djalil, M. Siradj, Soemodirdjo, Djojosugito, dan R.H. Hadjid), Kyai Dahlan turut menyumbangkan pemikirannya di majalah ini. Kyai Dahlan meninggal dunia pada tahun 1923, tapi legasinya berupa berbagai lembaga yang bernaung di bawah Muhammadiyah terus berkontribusi dalam memajukan kehidupan masyarakat.

Memori tentang Kyai Dahlan hidup di dalam benak publik dalam berbagai cara. Namanya digunakan sebagai nama baru bagi IKIP Muhammadiyah Yogyakarta (sejak tahun 1994). Nama Jalan KH Ahmad Dahlan hadir di berbagai kota di Indonesia, mulai dari Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Yogyakarta, hingga Samarinda. Fotonya terpampang di berbagai ruang yang mudah dikenali umum, seperti dalam foto pahlawan nasional, kalender hingga spanduk kegiatan kemuhammadiyahan.

Memori tentang Kyai Dahlan juga hadir di suatu majalah Islam terkemuka di era akhir 1950an dan awal 1960an, Pandji Masjarakat. Terbit pertama kali pada 15 Juni 1959, majalah yang didirikan oleh K.H. Faqih Usman, Buya Hamka, Yusuf Abdullah Puar dan H.M. Yusuf Ahmad ini menyebut dirinya sebagai ‘madjalah kebudajaan dan pengetahuan’. Walau nuansa agama, ilmu dan seni sangat kentara di majalah ini, majalah ini juga menaruh perhatian besar pada persoalan sosial dan perkembangan dunia internasional.

Namun, pada paruh kedua tahun 1960 majalah ini sempat dibredel oleh Presiden Sukarno karena memuat kritik pedas mantan wakil presiden Mohamad Hatta terhadap sistem Demokrasi Terpimpinnya Sukarno, dalam suatu tulisan bertajuk ‘Demokrasi Kita’. Sebagai gantinya, pada tahun 1962 Hamka menerbitkan majalah baru, Gema Islam. Pandji Masjarakat sendiri kembali menyapa pembacanya pada 1967, selepas berakhirnya Orde Lama.

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement