Kamis 26 Aug 2021 19:09 WIB

Perpadi: Jumlah Penggilingan Padi Over Kapasitas 70 Persen

Sekitar 94 persen dari total penggilingan padi yang ada di Indonesia berskala kecil.

Seorang pekerja menjemur gabah di areal penggilingan padi Desa Latu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. ilustrasi
Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
Seorang pekerja menjemur gabah di areal penggilingan padi Desa Latu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Sutarto Alimoeso mengatakan jumlah pabrik penggilingan padi dan beras yang ada di Indonesia sudah melebihi dari kapasitas sampai 70 persen dibandingkan produksi padi yang jumlahnya lebih sedikit.

"Di Indonesia, penggilingan padi kita sudah sangat berlebih, sejak tahun 2012 sudah berlebih. Dari 182.199 penggilingan padi, kapasitasnya sudah bisa hampir mendekati 200 juta ton gabah, padahal produksi kita sekitar 50 juta ton," kata Sutarto dalam webinar mengenai HET Beras yang diselenggarakan oleh Pataka di Jakarta, Kamis (26/8).

Dari jumlah tersebut, sekitar 94 persen di antaranya merupakan penggilingan padi kecil. Sementara penggilingan skala menengah 4,7 persen dan skala besar 1,14 persen. 

Sutarto mengatakan penggilingan padi yang mampu memproduksi beras premium hanya penggilingan skala menengah dan skala besar. "Yang kecil-kecil itu maksimal medium, bahkan medium minus, medium pun tidak sampai," kata dia.

Hal itu dikarenakan pengelolaan yang dilakukan oleh penggilingan skala kecil masih tradisional, konfigurasi dan cara kerjanya kurang baik. Rendemen di penggilingan padi kecil rata-rata 62,28 persen, sedangkan seharusnya minimal 65 persen.

Jumlah beras yang dihasilkan juga berkualitas rendah dengan tingkat kerusakan 25 persen dan tidak seragam. Di penggilingan padi kecil juga banyak beras patah yang akhirnya menurunkan mutu.

Oleh sebab itu beras petani yang dihasilkan dari penggilingan padi kecil tidak bisa dibeli oleh Bulog lantaran tidak memenuhi syarat kualitas beras yang bisa diserap oleh Bulog. "Sulit memasukan beras sesuai standar Bulog. Bulog harus beli sebanyak-banyaknya, tapi kalau produksinya seperti ini pasti kualitasnya di bawah mutu. Jadi persoalan kualitas bukan hanya di tangan penyimpan, tapi mulai dari produsen seperti ini," kata Sutarto.

Sebelumnya Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan pihaknya sedang menggarap proyek rice milling unit di 13 provinsi sentra beras Indonesia. Budi Waseso mengatakan mesin yang sedang dipersiapkan tersebut bisa menghasilkan beras premium untuk stok cadangan beras pemerintah (CBP).

Ke depannya, petani hanya perlu menjual gabah secara langsung kepada Bulog tanpa perlu memikirkan proses pengeringan dan penggilingan. Hal tersebut bisa menghemat waktu dan biaya bagi petani, sekaligus memberikan keuntungan pada Bulog yaitu bisa menghasilkan beras berkualitas premium dari gabah petani.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement