Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Cernak: Bunga Dari Limbah

Eduaksi | Thursday, 26 Aug 2021, 05:14 WIB

Ahad pagi menjadi menjadi saat yang ditunggu gadis kecil bernama Endang. Setiap hari Ahad, putri bu Ponijah tersebut berguru kepada ibu-ibu pengelola Bank Sampah “Alam Asri” di dusunnya membuat bunga dari limbah plastik di rumah pak Sarosa.

Di usia sebelas tahun Endang, dia mudah diajari membuat berbagai macam kerajinan. Selain bunga, berbagai kerajinan yang dilatih oleh ibu-ibu adalah : bando, dompet, gantungan kunci, rompi, dan piring.

“Nduk, kamu tidak malu belajar membuat kerajinan limbah sampah?” tanya bu Tantri yang menjadi koordinator bidang pelatihan.

“Apakah belajar membuat keterampilan itu memalukan?” Sahut Endang.

Bu Tantri tersenyum, “Maksud ibu, banyak yang jijik berkutat dengan sampah.”

Bu Desi menyahut, “Kalau saya percaya dengan Endang, ibunya juga rajin lho. Jadi tidak heran kalau anaknya juga sama dengan ibunya.”

“Ya sudah, kalau begitu ibu-ibu yang lain jangan segan ikut membimbing Endang agar bisa terampil sekaligus sebagai penerus kita,” ujar bu Tantri bersemangat.

“Siap laksanakan,” jawab ibu-ibu hampir bersama.

Suasana di markas bank sampah menjadi meriah dengan canda mereka.

Candatawa para ibu terhenti saat pak Darmono ketua Bank Sampah datang menemui mereka.

“Ibu-ibu, seminggu lagi bank sampah akan mendapat kunjungan dari masyarakat Bangka Belitung. Kita harus menyiapkan barang kerajinan yang dipamerkan.”

“Kalau begitu kita harus menambah hari untuk membuatkan barang kerajinan. Tidak mungkin hanya sekali besuk ahad saja, mesti tambah hari,” sahut bu Tantri.

“Baiklah bu, kalau demikian kita minta ibu-ibu yang lain usul kira-kira ditambah hari apa untuk membuat barang kerajinan yang lebih banyak,” sambung Pak Darmono.

“Agar tidak menggangu pekerjaan rumah, bisa ditambah malam Selasa dan malam Kamis sehabis Isya,” usul bu Rina

“Saya setuju, bagus itu,” timpal bu Desi.

Pak Darmono senang mendengar kesediaan para ibu.

Tiba-tiba bu Rina kebingungan berjalan kesana-kemari seperti mencari sesuatu.

“Dompetku hilang, warnanya merah. Tadi saya taruh di dekat etalase itu,” jelasnya.

Semua yang ada disitu ikut sibuk mencari, bahkan semua yang ada disitu diperiksa tasnya.

“Apa ini dompetnya,” teriak bu Desi yang menemukan di tas Endang.

“Iya betul, tapi uang seratus ribu kok sudah tidak ada,” sahut bu Rina.

Bu Tantri mencoba menengahi, “Saya tidak yakin kalau Endang yang mengambil.”

“Nyatanya dompet di tas dia, siapa lagi yang mengambil coba?” sahut bu Rina.

Endang tampak pucat,”Saya betul-betul tidak tahu bu.”

Mendengar ribut-ribut pak Sarosa keluar, “Ada apa ibu-ibu?”

“Dompet saya ditemukan di tas Endang, uang seratus ribu hilang,” terang bu Rina.

Pak Sarosa tidak segera menyahut namun mengeluarkan HP dari sakunya.

“Coba ibu-ibu lihat ini. Yang mengambil uang bukan Endang.”

Ibu-ibu penasaran melihat foto di HP, ternyata yang mengambil uang adalah Trinil yang suka usil pada orang lain.

“Saat ibu-ibu sedang mengambil bahan limbah di rumah pilah belakang, saya melihat Trinil datang diam-diam, mengambil uang dan memasukkan dompet ke tas Endang lalu saya foto,” terang pak Sarosa.

Bu Rina memeluk Endang, “Maafkan ibu ya. Saya telah menuduhmu mencuri.” “Tidak apa-apa bu,” jawab Endang sambil mengusap airmatanya.

Sesaat kemudian pak Darmono datang sambil menggandeng Trinil.

“Trinil, kamu harus minta maaf kepada bu Rina dan Endang. Gara-gara perbuatanmu Endang sampai menangis dituduh sebagai pencuri.”

Dengan gemetar Trinil mengulurkan tangan kepada Endang dan bu Rina.

“Maafkan saya bu, maafkan saya ya Endang.”

Endang mengangguk,”Saya maafkan mbak.”

“Baiklah Trinil, saya juga memaafkan. Namun besuk jangan kamu ulangi lagi. Kamu mesti mencontoh Endang, meski masih kecil sudah punya jiwa mandiri dan mau belajar membuat keterampilan. Kamu yang sudah besar malah berbuat memalukan,” ujar bu Rina.

“Ini uangnya tinggal limapuluh ribu, sudah saya pakai jajan,” jawab Trinil.

“Sudahlah kamu ambil saja, yang penting jangan kamu ulangi ya!” sahut bu Rina.

Trinil memandang kepada semua yang hadir, “Kalau boleh mulai saat ini saya akan mengikuti jejak Endang untuk belajar mengolah limbah di bank sampah ini.”

“Tentu saja boleh, kami terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar disini. Paling tidak, sampah di dusun kita tidak berceceran kemana-mana tetapi bisa manfaat,” jawab bu Tantri.

“Bagus ibu-ibu, berarti kita tambah tenaga, namun harus dilatih sungguh-sungguh. Jangan lupa kita harus kerja keras untuk menyiapkan diri menerima tamu dari Bangka Belitung,” pak Darmono mengingatkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image